Putu Darmaya Pengusaha Pariwisata yang Kini Coba Peruntungan Budi Daya Lobster di Bali

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

I Putu Darmaya mengecek tempat budi daya lobster miliknya di Dermaga Serangan, Denpasar, Selasa (1/12/2020). Pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata ini mencoba peruntungan budidaya lobster saat pariwisata Bali terdampak pandemi.

Laporan Wartawan, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pengusaha di bidang pariwisata, I Putu Darmaya mencoba peruntungan membudidayakan lobster di Dermaga Serangan. 

Ketika ditemui Tribun Bali, Putu Darmaya mengatakan alasannya mencoba usaha budi daya lobster.

Ia mengatakan hal tersebut karena pandemi Covid-19 dan semua bisnis di bidang pariwisata yang sempat ia jalani mati total.

Baca juga: Data BPS: Jumlah Kunjungan Wisman ke Indonesia Anjlok 88,25 Persen pada Oktober 2020

Baca juga: Per Bulan 6 Hingga 7 Kasus HIV/AIDS Tercatat di Jembrana, Setiap Tahun Terjadi Penurunan

Baca juga: Keterbatasan Fasilitas, TPS3R Bedulu Hanya Mampu Capai Target 10 Persen untuk Layani Warga

Lalu dengan adanya kebijakan baru dari Menteri KKP Edhy Prabowo yang memperbolehkan masyarakat untuk melakukan budi daya lobster, ia tertarik dengan hal itu. 

"Kebetulan saya mempunyai tambak yang tidak terpakai. Dari dulu saya memang sangat ingin melakukan budi daya lobster atau kerapu. Namun pada saat itu saya masih sibuk di usaha pada bidang pariwisata. Dan berhubung sektor pariwisata mati dan adanya kebijakan baru untuk budi daya akhirnya saya jadikan kesempatan," katanya pada, Selasa (1/12/2020).

Baca juga: Peringati Hari AIDS, Dinkes Provinsi Bali Gelar Kegiatan Solidaritas 10 Tahun Menuju Akhir AIDS

Baca juga: Ini Caranya Mendapatkan Token Listrik Gratis Desember 2020 via LINK PLN www.pln.co.id dan WhatsApp

Baca juga: Terekam CCTV, Pria yang Tewas Ditabrak Truk BBM saat Bersila di Tengah Jalan, Identitasnya Terungkap

Putu menambahkan, setelah itu ia belajar bagaimana cara membudidayakan lobster.

Ia belajar dari temannya yang juga melakukan budi daya lobster di Negara China dan Vietnam.

Selama delapan bulan melakukan budidaya lobster ini pihaknya belum melakukan ekspor dan penjualan.

Ia mengatakan agar menyukseskan budi dayanya terlebih dahulu. 

Baca juga: Butuh 20 Ribu LPJU Lagi untuk Terangi Seluruh Jalan di Bumi Lahar

Baca juga: 83 Persen Sekolah Belum Siap Pembelajaran Tatap Muka, Bintang Puspayoga: Prioritaskan Kesehatan Anak

Baca juga: UPDATE Gunung Semeru: Hampir 3 Jam Semburkan Awan Panas, 550 Warga Mulai Mengungsi

Sementara untuk mendapatkan benur pihaknya memperoleh dari nelayan yang telah memiliki izin tangkap.

Biasanya para nelayan mencari benur di sekitar kawasan Dermaga.

Sedangkan ketika melakukan budi daya lobster ia tidak menemukan kesulitan hanya saja harus telaten. 

Lalu ketika disinggung mengenai pengaruh penangkapan mentri KKP Edhy Prabowo dengan budi daya lobsternya, Putu menjelaskan, sebenarnya kedua Mentri Kelautan ini (Edhy dan Susi), memiliki kebijakan yang bagus. 

Baca juga: Sejak 7 September 2020, Satpol PP Denpasar Kumpulkan Rp 57,6 Juta Uang Denda dari Pelanggar Prokes

Baca juga: Umumkan Positif Covid-19 Berdasar Test Swab, Anies Baswedan Sebut Setelah Interaksi Dekat Sama Wagub

Baca juga: Daftar Pejabat Pemprov DKI Jakarta yang Terkonfirmasi Positif Covid-19 Selain Anies Baswedan 

"Seperti mantan Menteri Kelautan, Ibu Susi sebenarnya kebijakannya sudah bagus, namun terdapat satu kata yang membuat fiktif sehingga kebijakannya seperti monopoli. Kebijakannya di antaranya masyarakat dilarang menangkap dan mengekspor benur," imbuhnya. 

Mungkin untuk tidak melakukan ekspor pada benur itu bagus.

Namun jika masyarakat tidak menangkap benur dan dibiarkan di alam bebas maka lobster akan punah dimangsa oleh predator.

Selain itu tidak ada reproduksi lobster dengan jumlah yang banyak.

Menurutnya dengan cara budidaya lah yang efektif untuk membuat kelangsungan populasi dari lobster itu sendiri. 

"Lobster sendiri memiliki telur dengan jumlah 3 hingga 4 juta telur. Jika dilakukan budi daya akan hidup sebanyak 50%. Namun jika dilepaskan dialam hidupnya akan di bawah angka 0,5%," terangnya. 

Lanjut Putu menjelaskan, sementara kebijakan dari Mentri Edhy menurutnya juga benar.

Dengan melakukan budi daya namun jangan melakukan ekspor.

Jadi jika ia melakukan budi daya di Indonesia dan mengekspor di Vietnam tentunya Indonesia akan kalah.

Karena Vietnam sendiri memiliki modal besar dan tentunya Indonesia akan bersaing dengan Vietnam.

Padahal 85% bibit benur berasal dari Indonesia. Semestinya jangan dilakukan ekspor. 

"Menurut saya regulasi di Indonesia yang kurang. Karena di Indonesia sendiri belum terdapat pemetaan khusus tatanan Laut. Di Bali sendiri belum terdapat ruang tatanan laut. Bagaimana akan membuat suatu budi daya yang jelas jika belum terdapat tata ruang dan bagaimana caranya investor dapat masuk dikarenakan tidak nyaman di perizinan," ujarnya. 

Ia berharap ke depannya agar, tata ruang segera diubah. Khususnya di Bali, karena jika tata ruang diubah tentunya akan banyak investor yang masuk ke Bali.

Semestinya Bali memiliki keunggulan karena bandaranya dekat, lautnya dekat dan pada saat pengiriman barang akan aman dilakukan di Bali. 

"Kenapa aman ya karena jarak airport yang dekat sehingga pada saat mengirim lobster hidup lobster tidak akan mati namun jika kita berada di pulau terpencil dan melakukan budi daya terdapat risiko di pengiriman yang nantinya biasanya barangnya akan mati atau sudah tidak segar lagi," terangnya. 

Maka dari itu Bali sangat banyak memiliki peluang tersebut terlebih lagi setelah normal nanti penerbangan akan banyak ada di Bali. (*) 

Berita Terkini