Serba Serbi

Layaknya Orang Mati, Ini Esensi Mesangih Dalam Ajaran Hindu di Bali 

Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti.

Sebab masa akil balik, adalah masa pancaroba sehingga anak-anak memerlukan pendidikan, pengertian, untuk menjadi lebih dewasa.

“Makanya dalam upacara potong gigi, disebut dengan mekala-kalan, jadi menghilangkan sifat kala dalam diri anak itu,” ucap mantan wakil Bendesa Adat Sesetan ini.

Ada pula prosesi pangekeban, dengan tujuan mengajarkan dan mendidik anak-anak lebih baik.

Tugas orangtua dan para rohaniawan, memberikan pengertian dan wejangan kepada anak-anak. 

Diberikan pengetahuan dan pengertian, bahwa tidak boleh berbicara kasar dan berlaku ugal-ugalan.

Sebab mesangih, erat kaitannya dengan menghilangkan Sad Ripu pada diri seseorang.

Sad Ripu adalah enam musuh manusia, yang harus dihilangkan dalam diri seseorang.

Sehingga dalam proses potong gigi itu memberikan pendidikan kepada anak-anak, tentang pentingnya potong gigi dan mengalahkan musuh dalam diri.

Makanya mesangih dianggap keramat, dan yang mesangih tidak boleh keluar rumah.

“Sebenarnya kenapa orang mesangih tidak boleh memejamkan mata. Sebab mesangih ini konsepnya layaknya orang mati atau meninggal,” sebut beliau.

Baca juga: Larangan Saat Cuntaka, Ini Sesana atau Etika Membuat Upakara Hindu Bali

Baca juga: Dharmagita Nyanyian Sakral Umat Hindu untuk Yadnya Hingga Hiburan

Layaknya orang memandikan mayat, seseorang yang mesangih berbaring di bale, dan disangih giginya oleh sangging.

Makanya orang mesangih tidak diperkenankan menutup mata.

Walau banyak mitos, mengatakan bahwa orang mesangih rentan dicari orang sakti ilmu hitam.

Namun di Bali sudah ada penangkal, dengan tidak memakai jampi-jampi. 

Penjaga ini berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Halaman
1234

Berita Terkini