Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mesangih adalah satu di antara upacara yadnya, tepatnya Manusa Yadnya yang masih dilakukan umat Hindu hingga saat ini.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, menjelaskan bahwa potong gigi atau mesangih, berbeda dengan metatah.
“Kalau metatah itu kan mengukir. Kalau orang mesangih atau mepandes, biasanya tidak memakai pengotok atau pahat. Kalau metatah sanggingnya memakai pengotok dan pahat,” jelas beliau kepada Tribun Bali, Minggu (10/1/2021).
Lanjutnya, metatah memakai pahat layaknya sama seperti seseorang mengukir wayang.
Baca juga: Pantangan Dalam Persetubuhan Pada Sistem Perkawinan Hindu Agar Anak Suputra
Baca juga: Makna Alam Semesta di Banten Suci Dalam Upakara Umat Hindu di Bali
Walau demikian, mesangih hanya ada di Hindu Bali, dan tidak ada di Hindu India.
Ia menceritakan, di Bali ditemukan peninggalan purbakala di Gilimanuk.
Bahwa di sana peninggalan tersebut, ditemukan dengan gigi yang rata.
Ada pula mitos dan cerita yang berhubungan dengan mesangih dalam konsep purana.
“Jadi ada cerita, bahwa Bhatara Kala ingih bertemu ayahnya Dewa Siwa. Namun sang dewa meminta Bhatara Kala untuk memotong taringnya,” sebut beliau.
Konsep itu, kata beliau, adalah menghilangkan sifat keraksasaan dan mendapatkan sifat kedewaan dengan konsep kesucian.
“Oleh sebab itu, maka potong gigi lebih banyak dilaksanakan umat Hindu yang ada di Bali dan menjadi tradisi,” jelas mantan dosen Unhi ini.
Potong gigi di Bali, dilangsungkan apabila seseorang telah mengalami akil balik.
Untuk pria suaranya berubah, sedangkan wanita sudah menstruasi.
Konsep potong gigi, jelasnya, adalah simbol inisiasi atau mengubah sifat anak-anak dan diharapkan menjadi lebih baik.
Baca juga: Berikut Penjelasan Terkait Perjalanan Agama Hindu saat Masuk ke Bali dari India
Baca juga: Ida Pedanda Wayahan Bun Ceritakan Konsep Ketuhanan menurut Ajaran Agama Hindu di Bali