"Keluhan itu menyangkut kontek tidak senonoh dan tak bermoral yang muncul dalam aplikasi berbagi video itu," kata pemerintah lokal.
Sampai Oktober tahun 2020, jumlah pengguna TikTok di Pakistan mencapai 20 juta, menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh ketiga setelah WhatsApp dan Facebook.
Pada Juli 2020, Islamabad sempat mengeluarkan peringatan terakhir kepada aplikasi buatan ByteDance itu karena kontennya dinilai provokatif.
Keputusan untuk melarangnya muncul setelah Perdana Menteri Amir Khan untuk memerhatikan secara detil isu ini.
Seorang pejabat Pakistan menyatakan, PM Khan sudah meminta kepada ofisial bidang telekomunikasi untuk memastikan konten yang jadi permasalahan diblokir.
Seiring dengan menjamurnya pengguna TikTok di seluruh dunia, aplikasi asal China tersebut juga mulai menjadi polemik.
Pemerintah Australia dan AS, misalnya. Mereka ramai-ramai aplikasi itu dianggap masalah keamanan nasional karena diduga berhubungan dengan Beijing.
Pada bulan Juni 2020, India yang notabene pangsa terbesar juga melarang karena pada saat itu, mereka terlibat konflik perbatasan dengan China.
Pakistan mengatakan, siap berdialog dan bakal meninjau ulang larangannya jika aplikasi itu bisa membenahi konten yang dianggap bermasalah.
TikTok mereapons dengan menjelaskan, mereka bersedia untuk mengikuti aturan di negara yang menjadi target pasar mereka.
"Kami berharap bisa mencapai kesimpulan untuk membantu layanan kami," jelas mereka.
Direktur Bolo Bhi Usama Khilji, grup yang mengadvokasi kebebasan internet berujar, larangan itu bertentangan dengan impian pemerintah untuk menapak ke era digital.
Dia menuturkan keputusan pemerintah memblokir TikTok bisa berdampak kepada kreator konten yang berasal dari kota kecil bahkan desa.
"Ini jelas parodi terhadap norma demokrasi dan hak fundamnetal yang sudah dijamin oleh konstitusi," kata Usama Khilji.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul Bocah Tewas demi Konten, TikTok Dituntut Tegas Tutup Akun Anak-anak