TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Nama Ida Mas Dalem Segara menjadi perbincangan publik di Bali beberapa hari terakhir.
Itu lantaran, nama sang sulinggih yang memiliki griya di Jalan Cangkupan, Desa Sading Badung, tersebut terseret kasus chat dulang viral.
Tangkapan layar chat yang pada intinya berisi pesan ajakan membeli dulang lalu mampir ke hotel kepada seseorang itulah yang membuat nama Ida Mas Dalem Segara menjadi perbincangan.
Hingga saat ini belum ada kepastian apakah screenshoot tersebut benar atau tidak.
Hanya saja, Ida Mas Dalem Segara telah melaporkan sejumlah akun media sosial yang dituanggap telah mencemarkan nama baiknya ke Polda Bali.
"Semuanya tityang serahkan ke Polda Bali saja. Dalam laporan UU ITE dan pencemaran nama baik," ujarnya saat ditemui di Griya Mas Dalem Segara yang berlokasi di Jalan Cangkupan, Desa Sading Badung pada Minggu 7 Maret 2021.
Baca juga: UPDATE Chat Viral Beli Dulang, Utusan PHDI Kembali Datangi Griya Ida Mas Dalem Segara
Lantas, bagaimana kisah Ida Mas Dalem Segara menjadi seorang sulinggih di usia yang tergolong sangat muda?
Tribun Bali sempat mengonfirmasi langsung kepada Ida Panditha Mpu Nabe Giri Natha Daksha Dharma di Bangli yang menjadi nabe dari Ida Mas Dalem Segara.
Ida Mpu Nabe Giri Natha membenarkan bahwa Ida Mas Dalem Segara merupakan salah satu nanak-nya.
Ida Mpu Nabe Giri Natha mengungkapkan, prosesi pediksaan Ida Mas Dalem Segara tidak semudah yang dipikirkan orang lain.
Ia menuturkan, lokasi pediksaan Ida Mas Dalem Segara dilakukan di Bangli saat masih berusia 23 tahun.
Ketika masih sebagai welaka, Ida Mas Dalem Segara memohon pediksaan ke Griya Gede Penida Pemacekan di Lingkungan Banjar Nyalian, Kelurahan Kawan saat berusia 20 tahun.
Kala itu, Ida Mpu Nabe Giri Natha tidak serta-merta menerima Ida Mas Dalem Segara sebagai calon diksita.
“Banyak tatanan-tatanan yang perlu dilalui dari calon diksita. Menguji kesungguhan hatinya menyatakan diri mau menjalankan dharmaning kewikon.
Apakah tyang sebagai seorang nabe harus selalu berpikir negatif pada orang, kan tidak. Tetap setelah tyang amati dari setahun, dua tahun, dan dia bisa taat dengan apa yang tyang berikan persyaratan, sehingga bisa di-diksa menjadi seorang sulinggih,” jelasnya.
Baca juga: Tak Mudah Menjadi Sulinggih, Begini Pandangan Ida Rsi yang Juga Pensiunan Dosen UNHI
Diungkapkan pula, dalam pediksaan, Ida Mas Dalem Segara juga telah melalui tes jasmani-rohani dan sebagainya.
Sebab apabila calon diksita tidak melampirkan surat sehat jasmani-rohani, surat kelakuan baik, tidak cacat hukum, maka tidak mungkin dilegalkan oleh Parisada.
“Setelah verifikasi dilakukan dan dinyatakan lengkap oleh welaka, diserahkan kepada Dharma Upapati (Organisasi Kesulinggihan Kabupaten Bangli). Dari Dharma Upapati menunjuk penugasan untuk melakukan Diksa Pariksa, dan kembali diperiksa secara kesiapannya.
Masalah nantinya, kedepannya, atau kapan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, itu bukan kuasa saya walaupun saya seorang nabe-nya. Apakah menjamin umur dewasa dan umur tua tidak mengalami sebuah masalah, kan tidak ada yang bisa menjamin.
Jadi saya sebagai seorang pendeta, saya sebagai seorang nabe-nya, tetap berpikir positif pada orang dengan tujuan orang ingin memperbaiki diri. Untuk itu setelah semua persyaratan terpenuhi, jadi saya menjalankan upacara diksa,” terangnya.
Baca juga: Terkait Dulang Viral, Guru Nabe Ida Mas Dalem Segara Angkat Bicara: Kita Harus Introspeksi Diri
Dijelaskan pula, dalam aturan pediksaan, diksa bisa dilaksanakan di tempat nabe-nya.
Oleh karena itulah semua prosesi dilaksanakan di Bangli.
Setelah selesai upacara pediksaan di Kabupaten Bangli, administrasi diserahkan ke Parisada, dimana sulinggih tersebut berdomisili nantinya. (*)