TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - KETUA Umum Puskor Hindunesia, Ida Bagus K Susena, mengaku miris mendengar adanya kabar sulinggih yang bertindak cabul, dan kini ditahan.
Ia tidak habis pikir dengan hal tersebut.
Padahal seharusnya seorang sulinggih menjadi panutan.
Namun malah tersandung kasus hukum.
Baca juga: Oknum Sulinggih Syok, Kejaksaan Tahan IWM Karena Dugaan Percabulan, Luga: Ancaman Pidana 7 Tahun
Baca juga: 93 Sulinggih di Klungkung Telah Terima Vaksin Covid-19
Baca juga: Sulinggih Diusulkan Divaksinasi Setelah Pelayanan Publik, 11.139 Masyarakat Tabanan Sudah Divaksin
"Secara pribadi saya tidak bisa berkomentar tentang kasus tersebut. Sudah masuk dalam ranah hukum. Jadi biar diproses dahulu, karena pembuktian perlu validitas, informasi, dan juga barang bukti yang harusnya menjadi konsen polisi atau pihak yang berwenang," katanya kepada Tribun Bali, Rabu 24 Maret 2021.
Jangan sampai ada ketidaksesuaian informasi dari apa yang dituduhkan oleh pelapor.
Namun di sisi lain, ia mengatakan, saat ini sistem kesulinggihan yang ada di Bali sudah porak-poranda. Jauh dari tatanan yang seharusnya.
Sudah tidak sesuai dengan apa yang disebut Dharma Kawikon atau aturan-aturan yang berkaitan dengan proses kesulinggihan.
Kemudian juga persyaratan dan termasuk disiplin seorang sulinggih.
"Saya lihat ini yang banyak dilanggar. Jadi banyak faktor yang kemudian menjadi penyebab munculnya sulinggih instan, bahkan melalui jalur yang benar," tegasnya.
Tentunya hal tersebut, kata dia, disebabkan lembaga keumatan seperti parisadha tidak memiliki tim yang kuat.
Khususnya untuk memformulasikan seperti apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang sulinggih.
Sehingga terjadi beberapa kecolongan seperti ini.
"Sekarang banyak kelompok, terutama yang berafiliasi dengan sampradaya dengan aliran-aliran, dengan sekte yang datang belakangan ke Bali ini. Kemudian berusaha mencengkramkan keyakinannya atau sistem keyakinannya bahwa sulinggih itu siapa saja boleh dan tanpa harus ribet," jelasnya.
Sehingga semuanya menjadi salah kaprah.
"Banyak sekali sekarang muncul sulinggih yang kontroversial, seperti kemarin kasus dulang, atau melukar gelung yang dulu terjadi itu. Ex sulinggih kemudian diambil gelung oleh nabe karena di tengah jalan kepincut oleh bule," sebutnya.
Kemudian juga kasus yang mungkin lagi hangat, seperti di Muncan, Karangasem yang tidak ia sebut namanya.
Yakni diduga banyak melakukan pelecehan.
Banyak kegiatan-kegiatan yang ilegal di luar kegiatan sebagai seorang sulinggih. Akhirnya terjadi.
"Nah yang begini-begini ini banyak sekali muncul. Sementara mereka oknum itu menggunakan atribut kesulinggihan di Bali," katanya.
Sehingga mencoreng sistem sulinggih di Bali.
Kesulinggihan Bali ini sangat ketat sebenarnya sistemnya.
Dan hal seperti ini benar-benar menjadi batu sandungan berat bagi Hindu di Bali.
Karena orang Bali sendiri yang melecehkan sistem kesulinggihan itu.
"Hanya untuk hal-hal yang berkaitan dengan popularitas. Baru tahu sedikit tentang Weda atau tentang puja mantra merasa diri bisa," katanya.
Atau mungkin merasa dia mendapat pawisik terus langsung jadi sulinggih. Atau juga belajar tentang ilmu seperti ilmu kawisesan.
"Setelah tahu lebih banyak kemudian langsung jadi sulinggih. Dan banyak sekali terjadi. Ini merupakan hal yang perlu dicermati oleh semua tokoh Hindu di Bali," tegasnya.
Bahwa telah terjadi pergeseran yang luar biasa.
"Membuat kita ini miris melihat itu. Selain popularitas juga ada karena tujuan materi, karena status spiritual," katanya.
Sehingga oknum tersebut menganggap dengan status sulinggih, maka segalanya akan dilayani.
Segalanya akan memiliki hak eksklusif. Jadi ini yang perlu dicermati.
"Kembali ke kasus yang pelecahan di sungai itu. Sekali lagi saya tidak bisa berbicara karena sudah masuk ranah hukum. Jadi kita serahkan kepada pihak yang berwenang," ujarnya.
Namun kalau benar hal itu terjadi, tentu masyarakat atau umat tidak bisa menghakimi sendiri secara formal.
Sebab sanksi yang paling berat adalah sanski sosial dan spiritual oleh nabenya sendiri.
Ketika dengan langsung melepas status kesulinggihanya atau ngelukar gelung.
Sebenarnya jika kasus seperti ini sudah masuk ke ranah hukum, apalagi menyangkut sulinggih.
"Dan terjadi pelaporan itu, saya kira nabenya harus segera bergerak," tegasnya.
Karena isunya sudah santer, otomatis nilai kebenarannya semakin besar.
Apalagi kemudian pelapor merasa trauma dengan kondisi demikian.
Jadi akan membuat tidak nyaman kepada umat ketika akan melakukan kegiatan spiritual.
Sementara masih ada sulinggih seperti ini, yang memang kemudian memanfaatkan situasi dan kondisi.
Lalu memanfaatkan status bahwa dia punya hak eksklusif, bebas melakukan sesuatu sehingga membuat umat merasa trauma melakukan kegiatan yang pada intinya bertujuan membersihkan diri atau penyucian diri.
Bukannya mengotori diri dengan hal tidak senonoh.
"Jadi kalau itu benar, tentu kita sangat sayangkan dan kita dari umat harus segera meminta siapapun nabenya untuk mencopot gelar kesulinggihannya," sebutnya.
Agar tidak serta-merta ke depan, seorang sulinggih dengan mudah masuk ke ranah hukum.
Sehingga mencemari sistem kesulinggihan di Bali.
Apalagi sesama sebagai sulinggih yang sebenarnya adalah orang suci.
Memang tidak boleh berurusan dengan hal duniawi.
Apalagi sampai melakukan pelanggaran dan tersentuh dengan hukum. Tentu saja melanggar sesana sebagai sulinggih.
"Alangkah baiknya kalau sudah terjadi proses hukum, dari laporan yang cukup serius dan meyakinkan sebagai pembuktian. Lebih baik nabenya langsung bergerak dan mengambil tindakan tegas," tegasnya.
Sebab hal ini menjadi catatan buruk bagi sistem kesulinggihan yang instan dalam Hindu Bali.(*).