TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Keberadaan lumut selama ini menjadi masalah dalam budidaya rumput laut di Nusa Lembongan.
Lumut dianggap menjadi hama yang dapat merusak perkembangan rumput laut.
Mengatasi masalah ini, petani rumput laut pun diharapkan menerapkan sistem tumpang sari dengan mengembangkan kerang abalon.
Salah seorang petani rumput laut di Lembongan, I Nyoman Muliastika mengungkapkan, perkembangan rumput laut di Lembongan sekarang ini hasilnya tidak begitu bagus.
Baca juga: Cari Tahu Penyebab Banjir di Desa Kusamba, Dinas PU Klungkung Akan Libatkan BWS Lakukan Penelusuran
Hal ini disebabkan karena ada banyak lumut yang menyerang rumput laut petani.
Proses panen saat ini membutuhkan waktu selama 25-30 hari.
“Hasil perkembangan panen sekarang tidak begitu maksimal. Biasanya panen setiap 30 hari sudah besar rumput lautnya, tetapi sekarang masih kecil.
Padahal untuk penjualannya sekarang mengalami peningkatan, sebelum Covid-19 harganya 14 ribu sekarang 16 ribu,” ungkapnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Dewa Ketut Sueta Negara dikonfirmasi menjelaskan, lumut dan penyakit ice-ice sudah menjadi masalah bagi kalangan petani rumput laut sejak lama.
Munculnya lumut disebabkan karena kotoran atau situasi tambak yang kotor.
“Sebenarnya dari dulu sudah ada lumut dan ice-ice, itu sudah biasa. Lumut disebabkan karna tambak kotor.
Solusinya adalah sering-sering lumut itu dibersihkan. Tapi jenis lumut lamun justru jadi makanan atau nutrisi abalon.
Makanya dikembangkan abalon karena simbiosis mutualiasmenya disana,” ujar Dewa Sueta Negara, Selasa (21/9/2021).
Selain lumut dan ice-ice, kualitas bibit selama ini juga menjadi penentu produktivitas dari rumput laut.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di Klungkung Akan Digelar Kamis 23 September, Ini Ketentuannya
Menurut Sueta Negara, selama ini petani rumput laut jarang sekali melakukan pergantian bibit rumput laut yang akan digunakan.