TRIBUN-BALI.COM, NEGARA – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jembrana tahun 2022 akhirnya disahkan oleh Gubernur Provinsi Bali, I Wayan Koster, Selasa 30 November 2021.
Perhitungan berdasarkan formula, yang salah satunya yakni menyangkut perhitungan inflasi, nilai penambahan UMK Jembrana sebesar Rp 6,261,59.
Kenaikan ini berdasarkan keputusan Gubernur Bali Nomor 790/03-M/HK/2021, dengan menimbang Pasal 35 ayat 2 PP Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan.
Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Jembrana I Komang Suparta mengatakan, sesuai dengan perhitungan formula atau rumus, atau Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan kenaikan di Jembrana memang Rp 6 ribu lebih tersebut.
Baca juga: Terbukti Lakukan Korupsi Rumbing, Kadisparbud Jembrana Divonis 4,5 Tahun Penjara
Maka dari itu, pihaknya mengirimkan rekomendasi yang sesuai dengan formula yang sudah diatur beberapa hari lalu.
“Nah, rekomendasi yang sesuai dengan formula atau aturan itu sendiri yakni UMK Jembrana tahun 2022 sebesar Rp 2.563.363,76. Naik sebesar 0,24 persen atau Rp 6,261,59 dari UMK sebelumnya Rp 2.557.102,17.
Ya sudah diputuskan naik sebesar 0,24 persen yang kami kirimkan beberapa hari lalu,” ucapnya Selasa 30 November 2021.
Dijelaskannya, bahwa penetapan ini juga bersamaan dengan tujuh kabupaten dan kota di Provinsi Bali, kecuali Bangli.
Sebelumnya, antara pihaknya dengan Apindo dan SPSI sempat menyepakati naik 0,92 persen atau sekitar Rp 23 ribu.
Namun, kenaikan itu dibatalkan. Hal itu, dikarenakan perhitungan kenaikan tidak diperbolehkan dengan kesepakatan antar tripartit. Melainkan harus berdasarkan rumusan salah satunya dengan perhitungan inflasi.
“Karena sebelumnya tidak berdasarkan rumusan. Jadi kesepakatan. Meskipun, pihak Apindo mengaku setuju. Tapi karena tidak sesuai rumusan maka kami ulang dengan berdasarkan rumusan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua SPSI Jembrana, Sukirman mengaku, bahwa yang sudah disepakati dengan kenaikan Rp 23 ribu itu sudah mengacu pada kenaikan UMP Bali.
Dengan keputusan saat ini oleh Dinas Penanamdan Modal dan Tenaga Kerja Jembrana, sejatinya cukup riskan.
Sebab, apa yang menjadi kesepakatan beberapa hari lalu sudah mengacu pada pasal 25 Peraturan Pemerintah 36 tahun 2021 tentang pengupahan.
“Pada dasarnya UMK ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah itu sendiri. Tidak bisa penyeragaman, menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah lain," tegasnya.
Baca juga: Dua Ranperda Jembrana Sah Jadi Perda, Termasuk Ranperda APBD 2022
Ia menegaskan, bahwa ketika menggunakan penyeragaman, mengacu pada pertumbuhan ekonomi Denpasar dan Buleleng, maka masih diragukan validitasnya.
Dimana Kondisi ekonomi Jembrana dan daerah lain beda, jadi tidak bisa menggunakan acuan daerah lain.
“Kan kondisi ekonomi beda. Jadi tidak bisa dijadikan acuan,” bebernya. (*)
Artikel lainnya di Berita Jembrana