TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyiapkan sejumlah upaya mengantisipasi bencana gempa bumi dan tsunami yang sewaktu-waktu dapat menghantam Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.
Hal tersebut dikarenakan lokasi Bandara tersibuk ketiga di Indonesia ini berada ini berada di ujung selatan Bali serta letak landasan pacu (runway) berbatasan langsung dengan laut.
Baca juga: Banyak Temukan Pelaku Usaha yang Langgar Prokes, Ini yang Dilakukan Satpol PP Bali
Baca juga: LOKASI Bandara Ngurah Rai Rawan Bencana Gempa Bumi & Tsunami, Begini Tanggapan Angkasa Pura I
Baca juga: Bandara Ngurah Rai Bali Rawan Tersapu Tsunami, BMKG Siapkan Mitigasi Bencana
Baca juga: Candi Prambanan & Borobudur Kini Dapat Dimanfaatkan untuk Kegiatan Keagamaan Umat Hindu & Buddha
Terkait dengan data tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih alias Demer bahwa dengan adanya analisa dari BMKG sendiri membuktikan bahwa seharusnya Bali harus menyiapkan diri dengan adanya bandara baru di Bali Utara.
Apalagi, penumpang yang datang melalui Bandara Ngurah Rai berjumlah 27 juta per tahun.
"Padahal kebutuhan Bali Airport Ngurah Rai, walaupun tidak ada bencana atau potensi bencana harus ada airport kedua yaitu karena yang satu ini sudah penuh penumpang, per tahun itu 27 juta penumpang, maka jalan satu-satunga untuk menambah wisatawan adalah bandara baru," katanya saat dikonfirmasi, Jumat, 11 Februari 2022.
Memang, awalnya PT Angkasa Pura I (Persero) sebenarnya ingin memperpanjang runway bandara.
Baca juga: Bandara Ngurah Rai Bali Rawan Tersapu Tsunami, BMKG Siapkan Mitigasi Bencana
Baca juga: Banyak Temukan Pelaku Usaha yang Langgar Prokes, Ini yang Dilakukan Satpol PP Bali
Baca juga: Candi Prambanan & Borobudur Kini Dapat Dimanfaatkan untuk Kegiatan Keagamaan Umat Hindu & Buddha
Hal ini dilakukan untuk menambah kapasitas jumlah penumpang yang dapat ditampung menjadi 34 juta penumpang per tahun.
"Awalnya ada dua alternatif memperpanjang runway dari 3000 menjadi 3.400, sehingga menambah kapasitas menjadi 34 juta. Tapi gak mungkin menambah runway karena nanti teman-teman di Kuta dan Jimbaran akan ribut" kata dia.
Hanya saja, menurutnya AP 1 sendiri menurutnya tidak melakukan proyeknya sendiri karena perusahaan plat merah milik Kementerian BUMN itu mengalami kerugian hampir Rp200 miliar/bulan.
Baca juga: LOKASI Bandara Ngurah Rai Rawan Bencana Gempa Bumi & Tsunami, Begini Tanggapan Angkasa Pura I
“Kalau mereka invest mereka duitnya kondisi sekarang mereka berat ruginya Rp200 miliar per bulan,” ujarnya.
"Ya memang kita harus, kalau BUMN sendiri keuangannya agak berat untuk membangun bandara baru," imbunnya
Untuk itu, pemerintah sendiri menurutnya harus segera menggandeng swasta untuk membangun bandara baru di Bali di Buleleng.
Hanya saja, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai lokasi bandara tersebut.
"Tapi kalau di Bali sendiri swasta bisa membangun karena ada UU No. 1 Tahun 2009 bahwa swasta boleh membangun di landsite namanya dari segi lahan, airsite tidak bisa, sebagian udara kita ada punya PT AirNav, tapi di landsite di lapangan, bangunan, bisa kuasa, ini sebenarnya sudah dirintis dua swasta di utara, tapi belum ada kejelasan juga," tegasnya.
Padahal, Buleleng sendiri menurutnya menjadi daerah yang aman dari gempa maupun tsunami.