“Biasanya diperlukan waktu hingga tiga minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok,” tutur Syahril.
Ia mengingatkan, agar masyarakat segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan apabila mengalami demam dan ruam.
Upaya pencegahan pun juga dilakukan, sama seperti saat mencegah penularan Covid-19.
Yakni dengan selalu mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker, tidak berkerumun, dan menerpakan gaya hidup bersih dan sehat.
Dilansir dari Sky News, Rabu (25/05/2022), sejauh ini total kasus cacar monyet di dunia tercatat sebanyak 130 kasus.
Badan Keamanan dan Kesehatan Inggris (UKHSA/United Kingdom Health Security Agency) melaporkan adanya tambahan 14 kasus infeksi cacar monyet. Menjadikannya sebagai negara kasus infeksi terbanyak dengan total 71 kasus.
Meksipun kasus baru terus bermunculan, tapi UKHSA menyatakan bahwa risiko penularan pada masyarakat masih terbilang rendah.
Selain Inggris, Republik Ceko, Austria, dan Slovenia juga pada Selasa (24/05/2022), melaporkan kasus pertama cacar monyet.
UKHSA menjelaskan bahwa sebagian besar dari kasus cacar monyet yang terindentifikasi dialami oleh pria gay atau biseksual, yang melakukan hubungan intim.
Meski begitu, cacar monyet dipastikan bukan merupakan penyakit yang diakibatkan penyuka sesama jenis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa virus ini bisa menular kepda siapapun yang melakukan kontak fisik dengan orang yang terinfeksi.
“Ini termasuk tenaga kesehatan, anggota keluarga di rumah, dan pasangan seksual,” kata WHO.
Mereka saat ini tengah melakukan Kerjasama dengan beberapa negara yang sudah melaporkan kasus cacar monyet, untuk memperluas pengawasan, serta menemukan dan memberikan dukungan pada orang-orang yang terdampak.
(*)
Sumber GRID