TRIBUN-BALI.COM - I Wayan Sumerta Dana Arta, warga Banjar Buahan Tengah, Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Tabanan, Bali,
Sudah 20 tahun merantau meninggalkan Bali, untuk bekerja di Lampung Sumatera.
Sebagai PNS, Wayan Sumerta, pun kini pulang kampung dari Lampung.
Dan menetap lagi di Tabanan.
Menariknya, kini, Wayan Sumerta berharap dapat mengubah pola masyarakat untuk hidup sehat.
Caranya dengan membuat sebuah produk asli berupa mie instan.
Namun bukan sembarang mie instan.
Karena mie instan ini terbuat dari daun kelor, yang bahan bakunya berasal dari kebun rumah miliknya.
Owner Mie Kelor Gud, menjelaskan bahwa mie instan kelor Gud ini dibuat sudah sejak dua tahun lalu.
Baca juga: EKA WIRYASTUTI Duga Ada Pihak Lain Yang Bermain, Kasus Suap DID Tabanan
Baca juga: SIM Keliling di Bali Hari Ini 27 Juli 2022, Berikut Jadwal dan Lokasinya di Tabanan
Dan dulunya, Wayan Sumerta sekitar lebih 20 tahun mulai tahun 1995 hingga 2015 di Lampung.
Saat kembali di Tabanan, tepatnya pada 2020, muncul ide untuk membuat mie instan kelor ini.
Itu karena melihat bahwa anak-anak, sudah meninggalkan permainan tradisional.
Hampir seluruh anak sudah beralih ke handphone.
Dari handphone ini, yang akan memberi dampak tidak efektifnya organ tubuh manusia.
Atau yang diserang pertama kali ialah organ mata.
Maka dari situ, ia mencari solusi bagaimana menyelamatkan mata anak-anak.
“Karena saya dilema anak-anak suka maen handphone, jadi bagaimana solusi menyelamatkan mata anak-anak.
Anak-anak itu kan suka mie instan, tapi gak suka sayur.
Jadi dari sayur dibuat mie instan, yang tanpa kandungan MSG atau bahan lainnya yang membahayakan tubuh,” ucapnya, Rabu 27 Juli 2022 saat ditemui Tribun Bali di rumahnya.
Pria yang akrab disapa Wayan Moko ini mengaku, bahwa saat di Lampung, dirinya sejatinya sudah banyak tahu dengan mie instan.
Bahkan yang terbuat dari bayam atau sayuran lainnya.
Nah, Wayan Sumerta juga sempat bolak-balik ke Lampung dari 2015 itu.
Dan dari situ pulalah, pada 2020 memutuskan untuk memproduksi.
Kemudian sebelumnya, Wayan Sumerta juga belajar dengan membaca buku dan artikel di internet serta video di beberapa platform media sosial.
Alasan memilih daun kelor, sambungnya, karena daun kelor memiliki kandungan vitamin A cukup bagus.
Dibanding dari wortel, tingkat vitamin A daun kelor empat kali lipat.
Itu dari hasil laboratorium yang dirinya baca dan observasi pribadi.
“Kemudian kandungan protein tinggi, juga kalsium, magnesium dan potasium.
Jadi semua terinspirasi untuk menyelamatkan mata anak, dengan brand sehat tanpa tambahan bumbu makanan berbahaya.
Seperti tidak ada pengenyal, pewarna makanan, kemudian bumbu msg,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, untuk proses produksi, pertama-tama, ia mengambil daun kelor di kebun miliknya.
Setelah itu memetik daun dari batang.
Usai daun terkumpul dilakukan proses pencucian daun.
Setelah itu dikeringkan dalam oven sekitar enam jam.
Dan enam jam kemudian, maka daun kering itu dikeluarkan dari oven dan siap untuk diblender atau dihaluskan.
Usai halus maka kemudian, daun kelor dicampur dengan tepung dan juga bumbu untuk dicampur hingga merata.
Diuleni. Setelah itu baru dicetak menjadi mie dan ditimbang.
Usai ditimbang, kemudian dikukus hingga di oven lagi hingga kering berbentuk bulat.
Selanjutnya, baru dimasukkan di dalam kemasan.
Baca juga: SIM Keliling di Bali Hari Ini 27 Juli 2022, Berikut Jadwal dan Lokasinya di Tabanan'
Baca juga: EKA WIRYASTUTI Duga Ada Pihak Lain Yang Bermain, Kasus Suap DID Tabanan
“Proses terlama itu pengeringan (oven), dengan maksimal suhu 50 derajat Celcius.
Karena tidak boleh terkena sinar matahari.
Nah, untuk bumbu juga kami tidak ada tambahan penyedap rasa.
Saya ganti dengan totole atau kaldu jamur untuk mie kuah.
Kalau untuk mie goreng menggunakan bumbu alami, seperti bawang merah, bawang putih, lada dan bumbu lain sebagai penguat rasa, yang tanpa MSG,” bebernya.
Diakuinya, mie buatan produksi rumahan yang dikerjakan bersama istri ini, dibanding mie pada umumnya, maka rasa yang terbiasa strong maka menjadi rasa mie yang soft.
Nah, hal ini pulalah yang untuk kemudian, susah berkembang, karena memang akan mengubah kebiasaan makan mie masyarakat.
Dari yang pada umumnya rasa mie strong kuat karena MSG, menjadi dengan mie sehat (sayuran).
Ia tidak memungkiri, dari mie ini, ada orang struk yang kini setiap hari mengkonsumsi mie kelor.
Pecinta mie yang memiliki asam lambung dan maag tinggi maka akan cukup bersahabat dengan mie ini.
Untuk harga sachet Rp 8 ribu, dengan beberapa varian yakni goreng, kuah, dan vegan.
“Sehari kami dapat memproduksi 60 hingga 100 pcs, biasanya Sabtu dan Minggu itu akan libur,” katanya. (*)