Berita Jembrana

2 Sapi Positif Rabies di Jembrana, Keluarkan Liur Berlebih, Agresif lalu Mati

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sapi - 2 Sapi Positif Rabies di Jembrana, Keluarkan Liur Berlebih, Agresif lalu Mati

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA – Dua ekor sapi milik warga di wilayah Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana dan di lokasi lainnya mendadak mati dengan gejala positif rabies, pekan lalu.

Diduga, ternak kaki empat tersebut sebelumnya diserang anjing rabies.


Sementara dari hasil cek lab di BBVet Denpasar, sampel otak sapi tersebut juga positif rabies. Artinya, kasus rabies tidak hanya menular dari hewan penular rabies (HPR) ke HPR saja. Melainkan sapi juga terinfeksi karena serangan HPR.

Baca juga: Cegah Rabies, Sebanyak 295 Anjing Liar di Desa Ban Karangasem Dieliminasi Petugas


Di sisi lain, pemilik sapi yang terjangkit rabies juga diberikan vaksin anti rabies (VAR) sebagai antisipasi dan penanganan penularan kasus positif rabies terhadap manusia di Jembrana.


"Sampai saat ini (Juli) sudah ada 52 kasus. Dua kasus terakhir ada seekor sapi warga yang mati dengan gejala rabies," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kesmavet Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Widarsa, Senin (17/7/2023).

Baca juga: Tim Siaga Rabies Akan Dibentuk Di Setiap Desa


Wiarsa mengatakan, sebelumnya ada laporan dari warga bahwa sapi miliknya mengalami perubahan perilaku dan menolak makan.

Sapi juga mengeluarkan air liur yang berlebihan, dan tidak seperti biasanya. Warga kemudian menghubungi tim di kecamatan untuk pemeriksaan.


Pemilik sapi sempat diimbau agar tidak menjual sapi tersebut dan mengawasinya selama 14 hari. Namun pada hari yang sama dilaporkan, sapi tersebut ternyata mati.

Baca juga: Cegah Rabies, 4 Ribu Monyet di Bali Sudah Divaksinasi, Monkey Forest dan Sangeh Jadi Perhatian

Dia melanjutkan, dari laporan warga tersebut akhirnya petugas melakukan pengambilan sampel otak untuk diuji di laboratorium BBVet Denpasar.

Hasilnya, sampel otak sapi tersebut positif rabies.

"Hasilnya (laboratorium) positif. Tapi tidak ada riwayat menggigit orang," ungkapnya.

Baca juga: Monyet di Objek Wisata Sangeh Belum Divaksin Rabies, Pengelola Sebut Desa Bentuk TISIRA


Hingga saat ini, kata dia, belum ada informasi kapan ternak warga tersebut sempat diserang HPR positif rabies. Namun yang jelas, sapi tersebut diduga sempat diserang hewan dengan status positif rabies.

Sebab, gejala yang ditimbulkan sama dengan HPR rabies yakni mulutnya mengeluarkan liur berlebih, sapi tersebut kerap bertingkah agresif atau mengamuk lalu mati.


"Kemungkian digigit anjing positif. Estimasi sekitar 3-4 mingguan sebelum sapi mati," tuturnya.

Baca juga: Dinkes Catat 1 Pasien di RSD Mangusada Meninggal Diduga Karena Rabies, Namun Tak Digigit di Badung


Sebagai antisipasi penularan ke manusia, pihak petugas memberikan layanan vaksinasi anti rabies (VAR) terhadap pemilik sapi tersebut.


"Sebagai antisipasi (penularan ke manusia) kita upayakan berikan VAR. Itu karena penularan rabies tidak hanya karena gigitan. Jika ada air liur hewan positif rabies masuk ke bagian kulit yang luka, maka akan tertular."

"Apalagi sampai terjadi gigitan, maka yang kontak atau sempat digigit harus disuntik VAR," tegasnya.


Sementara itu, setiap desa di Kabupaten Jembrana diharapkan membentuk tim siaga rabies (Tisira) untuk membantu pemerintah menggelar sosialisasi, vaksinasi, pencegahan hingga penanganan kasus rabies di setiap wilayah.

Hingga kini, dari 51 Desa/Kelurahan yang ada, sudah ada 18 wilayah yang membentuk Tisira. Tim tersebut beranggotakan tenaga medis, perangkat desa, instansi terkait hingga tokoh masyarakat.


Hal itu disampaikan saat acara bimbingan teknis (Bimtek) program kemitraan Australia-Indonesia untuk menguatkan sistem ketahanan kesehatan dengan Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana di Gedung Kesenian Ir Soekarno, Kota Negara, Senin.

Bimtek digelar lantaran kasus rabies hingga Juli 2023 meningkat.

Sudah ada 52 kasus, dua ekor diantaranya yang positif rabies adalah ternak sapi warga.


Wayan Widarsa mengakui hingga saat ini pembentukan tim siaga rabies di setiap desa/kelurahan dilakukan secara bertahap.

Diharapkan, ke depan seluruh wilayah bisa membentuk tim tersebut untuk membantu mencegah atau menekan kasus rabies di Gumi Makepung.

"Kita harapkan nantinya semua desa/kelurahan membentuk tim tersebut. Sementara, kita lakukan secara bertahap," kata Widarsa.


Menurutnya, Tisira ini nantinya bertugas sebagai ujung tombak penanganan di setiap wilayah desa/kelurahan. Dengan begitu, masyarakat diharapkan teredukasi dan peduli terhadap rabies.

Minimal, masyarakat yang memiliki peliharaan khususnya HPR agar divaksin secara rutin.


Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Jembrana, dr I Gede Ambara Putra mengakui, kasus positif rabies di Jembrana diharapkan bisa ditekan ketika Tisira dibentuk di seluruh desa. Meskipun, kasus dan gigitan anjing HPR positif saat ini sudah menurun dibanding sebelumnya.

Jika hingga Juli 2023 tercatat 52 kasus, tahun 2022 lalu mencapai 201 kasus anjing positif rabies.


"Meskipun turun (kasus positif rabies), penanganan juga agar bisa ditekan lagi kasusnya. Diharapkan Tisira ini mampu membantu itu (penekanan kasus positif)," harapnya.


Ambra Putra menyebutkan, sesuai dengan data yang tercatat di Dinas Kesehatan Jembrana, gigitan HPR di Jembrana tahun 2023 ini sudah sebanyak 3.228 orang.

Dengan jumlah tersebut, VAR yang sudah digunakan 4.976 dosis. Dari jumlah gigitan tersebut, 138 orang terserang atau digigit HPR positif rabies.


"Artinya, setiap satu kasis positif rabies rata-rata bisa menyerang tiga hingga empat orang. Kami harap, masyarakat juga bisa berperan memerangi kasus rabies di Jembrana ini," tandasnya.


Stok VAR cuma Sampai September


STOK Vaksin Anti Rabies (VAR) di Buleleng dikhawatirkan hanya cukup hingga September 2023. Hal ini terjadi lantaran sejak tiga minggu belakangan ini, kasus gigitan anjing masih tinggi.


Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Luh Hesti Ranitasari, Senin (17/7/2023), mengatakan, rabies hingga saat ini masih menjadi momok menakutkan di tengah masyarakat Buleleng. Pasalnya kasus gigitan yang disebabkan oleh Hewan Penular Rabies (HPR) masih tinggi di Buleleng.


"Kalau kasus gigitannya terus melonjak, dikhawatirkan stok VAR hanya cukup sampai September. Jadi saya sarankan Dinkes untuk cari bantuan seperti memohon tambahan VAR ke Pemprov, agar stoknya cukup hingga Desember," katanya.


Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto mengatakan, sejak tiga minggu belakangan ini gigitan anjing rata-rata mencapai 100 kasus per hari. Sementara sisa VAR saat ini tinggal 1.476 vial.

Bila kasus gigitan masih terus melonjak, maka dikhawatirkan stok VAR hanya cukup hingga September.


"Sejak Januari sampai Juli kami sudah menghabiskan kurang lebih 15 ribu vial VAR. Itu pengadaan dari APBD serta bantuan dari Pemprov. Karena estimasi untuk satu kasus gigitan saja bisa menghabiskan empat vial sekarang stoknya tinggal 1,476 vial," jelasnya.


Untuk itu pihaknya pun mengusulkan pengadaan VAR melalui APBD Buleleng, dengan anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Sehingga ketersediaan VAR terjamin hingga akhir 2023.


Sucipto pun menyebut Dinkes Buleleng memang bertugas melakukan penanganan terhadap masyarakat yang terkena gigitan HPR, seperti pemberian VAR mencegah terjadinya kasus kematian akibat rabies.

Namun Sucipto juga berharap masyarakat hingga pemerintah desa ikut berperan untuk mencegah terjadinya kasus gigitan. Seperti disiplin memelihara anjing dengan tidak diliarkan, serta rutin divaksin.


"Kami harap masyarakat juga tidak abai. Yang memiliki anjing agar diikat atau dikandangkan dan rutin divaksin, untuk mencegah terjadinya kasus rabies. Yang memiliki anjing mengikat dan mengandangkan anjingnya, serta rutin divaksinasi," tandasnya. (*)

Berita Terkini