TRIBUN-BALI.COM - Penyidik pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, telah merampungkan berkas kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022.
Dalam perkara ini, penyidik telah menahan Rektor Unud, Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng juga tiga pejabat Unud lainnya, yaitu I Ketut Budiartawan, Nyoman Putra Sastra, serta I Made Yusnantara.
Di mana sebelumnya, keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Di mana dalam perkara ini negara dirugikan sekitar Rp 335 miliar.
Telah lengkapnya berkas (P21), penyidik langsung melakukan tahap II, yakni menyerahkan para tersangka serta barang bukti kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dengan demikian Prof Antara dan tersangka SPI lainnya pun akan segera menjalani persidangan.
"Hari ini (kemarin, Red) semua berkas perkara SPI telah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti yang langsung ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tahap II oleh Penyidik kepada tim Penuntut Umum bertempat di Lapas Kerobokan.
Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan di Lapas Kerobokan karena pertimbangan efektivitas," kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra melalui siaran tertulis, Kamis (12/10).
Baca juga: Jero Dasaran Alit Tidak Kaget! Jadi Tersangka Dugaan Pelecehan Seksual NCK
Baca juga: Tak Jadi Besok, Syahrul Yasin Limpo Langsung Dijemput Paksa KPK Hari Ini, Tangan Diborgol
Setelah dilakukan tahap II, nantinya tim JPU akan melimpahkan berkas para tersangka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. "Persidangan kasus SPI Unud akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Denpasar dan para tersangka ditahan di Lapas Kelas IIA Kerobokan," jelas Eka Sabana.
Diberitakan sebelumnya, tim penyidik yang dikomandoi Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Kejati Bali Agus Eko Purnomo telah menahan tersangka Prof Antara, I Ketut Budiartawan, Nyoman Putra Sastra, dan I Made Yusnantara di Lapas Kelas IIA Kerobokan.
Seusai tahap II, tim JPU langsung melimpahkan berkas kasus ini ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (12/10). "Berkas perkara dugaan korupsi SPI Unud sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Denpasar," jelas humas sekaligus hakim PN Denpasar, Gede Putra Astawa.
Putra Astawa menjelaskan, saat ini pihak PN Denpasar masih mendata berkas pelimpahan. Setelah menerima pelimpahan, pihak PN Denpasar menetapkan jadwal sidang Prof Antara, Kamis (19/10).
"Perkara no. 23/Pid.Sus-TPK/2023/PN Dps, atas nama Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara, penetapan hari sidangnya, Kamis 19 Oktober 2023," kata Putra Astawa.
Majelis hakim pun telah ditunjuk oleh Kepala PN (KPN) Denpasar, I Nyoman Wiguna. "Ketua majelisnya, Agus Akhyudi. Sedangkan anggotanya, Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa, Nelson, dan Soebekti," lanjut Putra Astawa.
Sementara untuk tiga tersangka berkas terpisah, yakni Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan dan serta I Made Yusnantara akan menjalani sidang, Jumat (20/10).
"Perkara no. 24/Pid.Sus TPK/2023/PN Dps, atas nama Dr. Nyoman Putra Sastra dan perkara no 25/Pid.Sus-TPK/2023/PN Dps atas nama I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara sidangnya Jumat 20 Oktober 2023," ungkap Putra Astawa.
Majelis hakim untuk ketiga tersangka tersebut adalah Putu Ayu Sudariasih ditunjuk sebagai ketua majelis, didampingi hakim anggota, Gede putra Astawa, dan Nelson.
Penyidik Pidsus Kejati Bali memperpanjang masa cekal Prof Antara juga tiga pejabat Unud lainnya yang telah ditetapkan menjadi tersangka.
Kasi Penkum Kejati Bali, Eka Sabana mengatakan, terkait pengajuan cekal terhadap para tersangka tersebut, pihak kejaksaan telah bersurat ke Kementerian Hukum dan HAM RI.
"Keputusan cekal sudah dikirimkan ke Menkumham RI tanggal 6 Oktober 2023. Perpanjangan cekal berlaku 6 bulan sejak tanggal ditetapkan," ungkapnya.
Sementara itu, mantan Rektor Unud Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi SpS (K) yang sebelumnya dicekal, kini masa cekalnya telah habis.
"Masa cekalnya sudah habis. Penyidik belum memperpanjang. Untuk Prof Sudewi statusnya masih sebagai saksi," lanjut Eka Sabana. (can)