Pilpres 2024

Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK, Terbukti Langgar Etik, Tak Boleh Ikut Sidang Sengketa Pilpres

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anwar Usman - Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK, Terbukti Langgar Etik Berat, Tak Boleh Ikut Sidang Sengketa Pilpres

Pada putusan kedua, MKMK memutuskan Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku terkait dissenting opinion-nya.

Kemudian untuk Arief Hidayat dinyatakan tidak melanggar etik terkait dissenting opinion-nya.

Namun dia terbukti dalam melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi.

Pernyataan itu terkait '9 Hakim MK Harus Direshuffle'. Atas pelanggaran itu, Arief dijatuhi sanksi teguran tertulis.

"Hakim terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kepantasan dan kesopanan sepanjang terkait pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis," ujar Jimly. (tribun network/ibr/mar/dod)

Dewa Palguna: Gibran Tetap Jadi Cawapres

NAMA Anwar Usman diperbincangkan publik buntut dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat Capres-Cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru itu, MK menambahkan syarat alternatif yakni “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

Sehingga, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.” bagi capres dan cawapres.

Putusan itu kemudian menuai pro-kontra publik lantaran dinilai memberi “karpet merah” bagi keponakan Anwar Usman, yakni Gibran Rakabuming Raka untuk mencalonkan diri sebagai Capres atau Cawapres pada Pemilu 2024 mendatang.

Kendati Anwar Usman dicopot sebagai Ketua MK, eks Hakim MK dua periode I Dewa Gede Palguna mengatakan, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 masih berlaku.

Menurut Dewa Palguna, hal itu sesuai dengan Pasal 47 UU MK yang mengatakan Putusan MK mempunyai kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno.

“Pasal 47 UU MK mengatakan, Putusan MK mempunyai kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Jadi itu (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) tidak akan terpengaruh,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Bali, Selasa 7 November 2023.

Dewa Palguna menyebut, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 yang telah diberi penafsiran baru melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 masih berlaku hingga adanya Putusan MK lainnya.

“Iya masih berlaku. Tapi sekarang itu yang sedang proses pengujian. Ada ketentuan dalam UU MK, bahwa UU yang sedang dimohonkan pengujian itu tetap berlaku sampai ada Putusan MK yang mempunyai kekuatan hukum tetap.”

“Artinya, Pasal 169 huruf q yang telah diberikan penafsiran baru oleh Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 itu, dia itu akan tetap dianggap mempunyai kekuatan hukum tetap sampai nanti permohonan terhadap pasal ini yang sekarang dimohonkan lagi oleh beberapa pemohon itu, MK misalnya memutuskan lain. Jadi dia tetap berlaku, dan berlakunya itu ke depan, tidak berlaku surut,” katanya.

Dewa Palguna mengatakan, sejatinya permohonan yang sudah pernah dimohonkan untuk pengujian, tidak boleh dimohonkan untuk diuji kembali.

Kecuali, kata dia, terdapat alasan konstitusional yang berbeda.

Hal ini dikatakan telah diatur dalam Pasal 60 UU Mahkamah Konstitusi.

Dewa Palguna kemudian mengambil contoh situasi pencalonan Gibran sebagai Cawapres atas adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu.

Dengan tegas, pihaknya mengatakan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap memiliki legalitas.

Hanya saja, legitimasi putusan tersebut menjadi tercoreng.

“Katakanlah misalnya secara konkret, apakah mempengaruhi pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden? Itu tidak berpengaruh. Putusan ini tidak mempengaruhi legalitasnya. Tetapi legitimasinya yang tercoreng atau tergerus,” jelasnya.

Artinya, jalan Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo itu, untuk menjadi Cawapres pada Pemilu 2024 ini tetap bisa terlaksana.

Dewa Palguna menuturkan Majelis Kehormatan MK adalah majelis etik. Sehingga, putusan yang dibuatnya mencakup putusan etik.

“Tadi sudah diucapkan itu, dia (Ketua MKMK) sudah memberikan hukuman etik. Salah satunya adalah pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua dan tidak diperbolehkan memeriksa perkara yang ada kaitan kepentingan dengan beliau,” katanya. (mah)

Kumpulan Artikel Pilpres

Berita Terkini