Akhirnya pada 26 Februari 2024 AJT mendatangi Kantor Imigrasi kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk melaporkan keadaan dirinya.
Imigrasi Ngurah Rai melakukan pendetensian terhadap dirinya untuk selanjutnya menetapkan Tindakan Administratif keimigrasian berupa pendeportasian.
Baca juga: 30 Unit Autogate Pemeriksaan Imigrasi di Bandara Ngurah Rai Resmi Beroperasi
Karena pendeportasian tidak dapat dilakukan dengan segera, AJT dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar.
AJT diserahkan ke Rudenim Denpasar pada 26 Februari 2024 untuk diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita menerangkan setelah didetensi selama 9 hari, AJT dapat dideportasi ke kampung halamannya pada 6 Maret 2024 dengan seluruh biaya ditanggung oleh yang bersangkutan.
Pria tersebut telah dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Perth International Airport dengan dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar.
AJT yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya" ungkap Dudy.
Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto mengapresiasi kinerja Rudenim Denpasar yang telah bertindak cepat dan tegas dalam menangani kasus overstay AJT.
Ia menegaskan bahwa deportasi merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan aturan keimigrasian di Indonesia.
"Kami tidak mentoleransi pelanggaran keimigrasian, setiap orang yang overstay di Indonesia harus bertanggung jawab atas tindakannya," imbuh Romi.
Kami mengimbau kepada seluruh WNA untuk menghormati hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia.
"Jika WNA ingin tinggal di Indonesia, mereka harus mengikuti prosedur yang berlaku dan memiliki dokumen yang sah," tegas Romi.(*)