Dampak yang memilukan adalah kepada anak pertamanya, yang kini juga harus mendapatkan perawatan dari psikolog anak karena gangguan psikologis.
"Anak pertama saya sekarang terkena gangguan psikologi, berobat psikaiater, anak terlalu sering lihat keributan, sekarang dalam perawatan psikolog anak," tuturnya.
Sementara itu mengenai pernyataan cerai secara agama, yang disebutkan Danpomdam. Anandira Puspita menceritakan bahwa saat itu surat cerai tersebut dibuat ayah mertuanya, dan suaminya berada di bawah tekanan keluarganya, dan mirisnya saat Anandira Puspita tengah mengandung usia 5 bulan.
"Jadi ketika saya hamil 5 bulan, itu dia ninggalin saya dan menelantarkan saya dan anak pertama kami, ayah mertua mengirimkan surat talak tiga. Ketika kemudian komandannya memarahi suami, dimediasi, suami langsung minta rujuk dan dia bilang surat cerai agama itu dalam keadaan di bawah tekanan keluarga pengakuan dia," ungkapnya.
"Saat dia minta rujuk dengan syarat saya tanya jatuh tidak talaknya, ketua pengadilan agama Kupang bilang kalau dalam paksaan tidak sah karena harus disaksikan oleh dua orang saksi, itu rujuk lagi kami, sehabis itu dia belum talak lagi, tapi kami sepakat cerai, yang masih ditahan karena proses-proses Pomdam itu," jabarnya.
Anandira Puspita menambahkan, bahwa selama dirinya ditahan, anak pertama yang dalam pengawasan dokter psikolog anak tersebut sempat sakit.
Bahkan, tak hanya itu suaminya juga tidak pernah beritikad untuk menjenguk dirinya, bersama anaknya yang masih berusia 1,5 tahun yang sempat ditahan di UPTD PPA Rumah Aman Pemogan.
"Untuk melihat bayinya dia tidak datang tidak peduli, kondisi anak di rumah itu juga memang lagi sakit, lagi flu, cuma sekarang sudah membaik dan sudah senang karena sebelumnya kan sempat stres dia karena saya berhari-hari tidak di rumah.
Karena memang dokter psikolog anak itu menyuruh aku untuk gak boleh pisah dulu sama dia gitu. Jangan sampai dia kehilangan sosok ibu juga, jadi sekarang aku dampingi terus," pungkasnya. (*)