TRIBUN-BALI.COM - Warga eks Timor-Timur (Timtim) yang tinggal di wilayah Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali, menuntut pemerintah agar menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan pemukiman berbarengan dengan lahan garapan.
Tuntutan tersebut disampaikan kepada Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana, Senin (6/5).
Perwakilan warga eks Timtim, Nengah Kisid mengatakan, sejauh ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan SK pembebasan lahan untuk lahan pekarangan dengan total luas lahan 4,28 hektare untuk 107 warga eks Timtim.
Dengan terbitnya SK tersebut, BPN Buleleng akan segera melakukan pemetaan dan pengukuran di lokasi agar SHM lahan pekarangan dapat segera diterbitkan.
Sementara untuk lahan garapan dengan total luas 66,3 hektare hingga saat ini tak kunjung dilepaskan.
Itu karena lahan tersebut berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pemprov Bali belum dapat mengeluarkan lahan tersebut dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena luasan hutan di Bali masih dibawah 30 persen.
Baca juga: KASUS OTT Bendesa Adat Berawa, Kadis PMA Bali Diperiksa Kejati Bali, Ditanya 25 Pertanyaan
Baca juga: MUTASI! Kepala Staf Kodam IX/Udayana Berganti,Pangdam IX/Udayana Beri Pesan Ini Pada Perwira Dansat
Kisid mengatakan, bila penerbitan SHM tidak dilakukan berbarengan, masyarakat khawatir lahan garapan tersebut akan ditetapkan sebagai perhutanan sosial.
"Kalau sudah keluar SK perhutanan sosial, mau dimohonkan tujuh turunan juga tidak akan bisa. Itu kekhawatiran warga. Kami butuh kepastian hukum atas lahan yang kami tempati," ucapnya.
Kisid menyebut bila lahan pekarangan itu tidak bisa dibebaskan, sejatinya masih ada solusi yang seharusnya dilakukan Pemprov Bali maupun Pemkab Buleleng.
Yakni dengan mencarikan lahan pengganti agar dapat digunakan oleh warga untuk bertani dan berternak.
"Penyelesaian masalah lahan ini harus tuntas. Kami sudah menunggu selama 25 tahun, namun yang bisa diproses baru sebatas lahan pekarangan. Harus menunggu berapa tahun lagi untuk menyelesaikan?," keluh Kisid.
Sementara itu, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan BPN Buleleng, Kus Sanyoko mengatakan, pasca turunnya SK pembebasan lahan pekarangan warga eks Timtim, pihaknya akan segera melakukan pendataan dan pengukuran. Dimana masing-masing warga mendapat lahan seluas empat are.
Kus Sanyoko berharap saat proses pengukuran itu, ada dukungan dari masyarakat.
Ini agar data yang diperoleh tidak bermasalah saat proses persidangan, dan SHM dapat segera diterbitkan. "Untuk masalah lahan garapan, itu kewenangan KLHK," ucapnya.
Seperti diketahui, ada 107 KK Eks Timtim yang menetap di Banjar Dinas Bukit Sari, Desa Sumberklampok atau tepatnya di kawasan HPT.
Mereka bermukim di wilayah tersebut sejak tahun 2000 lalu. Masing-masing KK memiliki lahan pekarangan seluas 4 are serta lahan garapan masing-masing 50 are atau dengan total luasan mencapai 136.96 hektare. (rtu)
Lahan Harus Dikeluarkan dari RTRW
Sementara itu, Pj Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana menyebut pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam proses pembebasan lahan garapan untuk warga eks Timtim di Desa Sumberklampok.
Ia hanya berupaya memfasilitasi, mempertemukan warga eks Timtim dengan KLHK serta Pemprov Bali.
Sementara terkait lahan pekarangan, Lihadnyana berharap BPN dapat segera menerbitkan SHM setidaknya pada Juni mendatang.
Ia menjelaskan, KLHK tidak dapat mengeluarkan SK pembebasan atas lahan garapan lantaran masih berstatus HPT. Solusinya Pemprov Bali harus mengeluarkan lahan tersebut dari RTRW agar berstatus sebagai tanah negara.
"Keluarkan dulu dari RTRW sehingga lahan itu jadi tanah negara. Kalau sudah jadi tanah negara, baru bisa dimohonkan pembebasan lahannya.
Kalau sekarang kementerian tidak berani, karena statusnya masih jadi HPT. Kami hanya bisa mengajak warga bertemu langsung dengan lembaga yang punya otoritas.
Kami akan fasilitasi mereka ke provinsi sehingga bisa menjalani audiensi dengan Pemprov," tandasnya. (rtu)