Berita Klungkung

Volume Sampah Masuk Capai 26 Ton Per Hari, Pengelola Kewalahan Kelola Sampah TOSS Centre Klungkung

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENGGUNUNG – Sejumlah sampah yang menggunung di TOSS Centre di Dusun Karangdadi, Desa Kusamba, kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Kamis (24/1).

TRIBUN-BALI.COM  - Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Centre di Dusun Karangdadi, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung mulai kewalahan mengelola sampah. Lokasi tersebut saat ini bak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan kondisi sampah yang mulai menggunung.

Sampah yang bercampur antara sampah organik dan sampah non organik mulai menggunung di halaman belakang TOSS Centre. Sementara semua blok mulai dari blok A, blok B dan blok C juga tampak telah dijejali sampah. “Kami kewalahan mengelola sampah di sini, semenjak TPA Sente ditutup,” ujar koordinator lapangan TOSS Gema Santi, Desy, Jumat (24/1).

Selama ini, sarana dan prasana serta sumber daya manusia (SDM) khususnya untuk tenaga pemilahan di TOSS Centre tidak sebanding, dengan sampah yang masuk. Padahal sampah yang masuk ke TOSS Centre hanya sampah perkotaan dan Desa Kusamba.

“Sampah yang masuk ke sini setiap harinya 26 ton lebih, dengan komposisi 50 persen sampah organik dan 50 persen sampah anorganik. Maksimal sampah yang bisa diolah dalam satu hari hanya 17 ton,” ungkap Desy.

Baca juga: ASYIK! Bus TMD Juli Beroperasi Kembali, Mencuat dalam Diskusi “Bali Bicara Transportasi Publik”

Baca juga: Puji Layanan PBG di Gianyar Tercepat, Menteri Maruarar dan Tito Kunjungi Gianyar

TOSS Centre merupakan tempat terpusat untuk pengelolaan sampah di Kabupaten Klungkung. Program ini digagas mantan Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta sejak tahun 2016 dan baru terealisasi pada tahun 2021. TOSS Centre dipusatkan di Dusun Karangdadi, Desa Kusamba dan diprioritaskan mengelola sampah perkotaan dan sampah di Desa Kusamba. TOSS berdiri di lahan 2 hektare yang dilengkapi dengan mesin-mesin pengelolaan sampah.

Pada penerapannya, sampah organik maupun anorganik dikelola di TOSS Centre. Sampah organik diubah menjadi pupuk organic yang dibagikan secara gratis ke petani di Klungkung. Selain itu, sampah anorganik sebagian dibuat menjadi bricket atau serupa batu bara. Sebagain sampah plastik juga dijual dengan dikerjasamakan dengan Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI). 

Bahkan telah dibentuk koperasi yang berkantor di TOSS Centre, yang konsepnya untuk menyerap sampah plastik dari masyarakat untuk diperjual-belikan. Inovasi ini juga sempat masuk top 40 Inovasi di tingkat Nasional, sehingga Klungkung mendapatkan dana DED untuk pengembangan TOSS Centre.

Namun, TOSS mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat dan menjadi tempat studi tiru dari banyak daerah, kini kondisinya justru memprihatinkan. 

Di sisi lain, sampai saat ini tokoh masyrakat di Desa Pikat masih kekeh menolak sampah non residu di buang di TPA Sente. Mengingat kondisi TPA yang sudah overload. Masyarakat setempat merasa sangat terganggu dengan situasi tersebut.

Pembatasan sampah ke TPA terbesar di Klungkung itu, berimbas juga terhadap pengelolaan sampah di Klungkung. Sampah saat ini menumpuk di Pasar Galiran dan Pasar Semarapura sebagai salah satu penghasil sampah di Kabupaten Klungkung.

Informasinya pihak pengelola pasar sempat minta solusi kepada Penjabat (Pj) Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika, tetapi belum ada solusi. Sementara warga Kelurahan Semarapura Kauh mengeluhkan, Jumat (24/1) sampah warga belum diangkut oleh petugas kebersihan.

Pj Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika beberapa waktu lalu sempat mengatakan, tahun 2025 ini Pemkab Klungkung tengah merancang alat pengelolaan sampah berbasis thermal (incenerator). Anggaran sebesar Rp 3 miliar telah disiapkan tahun ini, untuk pengadaan alat tersebut.

“Kami sudah menyiapkan anggaran untuk penanganan sampah berbasis termal. Sehingga tidak ada sampah residu dibuang ke TPA. Saat ini sedang berproses,kalau kami diberikan kewenangan melakukan penunjukan langsung (penyedia jasa), sudah kami lakukan. Tapi kami tidak mau melanggar hukum,” tandas Jendrika saat menerima protes dari prajuru adat dan tokoh masyarakat Sente, Kamis (16/1). lalu. 

Dengan pembatasan di TPA Sente, sejumlah desa yang sudah memiliki tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) kewalahan mengelola sampah warga. Antara mesin yang mereka miliki dengan volume sampah tidak sebanding. Sehingga setiap harinya ada sampah sisa menumpuk di lokasi TPST. Diperparah oleh residu, dimana pihak desa tidak memiliki lahan yang cukup untuk menampung sampah residu.

Permasalahan sampah menjadi pekerjaan rumah bagi Kabupaten Klungkung. Terlebih setelah protesnya tokoh masyrakat di Desa Pikat, yang menginginkan TPA Sente untuk ditutup permanen. Terkait permasalahan ini, rombongan Pemda Klungkung belajar pengelolaan sampah ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Tidak tanggung-tanggung, rombongan dengan total sebanyak 50 orang ikut belajar kelola sampah ke Kota Balikpapan.

Halaman
12

Berita Terkini