Sementara Apel Hendrawan mengatakan, pernah menjadi pengedar hingga masuk RSJ Bangli. Di RSJ ia dihantui bisikan, dan ia percaya pada dirinya sendiri dan meminta satu kamar khusus.“Di sana saya melawan situasi dengan kekaryaan atau lukisan. Saya gambar figur untuk melawan bisikan-bisikan itu,” paparnya.
Sebagai seniman multidisiplin, pelukis, seniman tato, aktivis lingkungan, dan pemangku Hindu Bali, kisah hidup Apel Hendrawan melampaui permukaan seni yang ditentukan oleh tren sesaat. Lahir di tengah budaya yang kini tertekan oleh pariwisata dan fusi global, karya Apel membawa kita kembali pada sesuatu yang abadi dan relevan, seni yang lahir dari proses, penderitaan, dan perjalanan spiritual. (i putu supartika)