Gebrakan Pemimpin Bali

MUSYAWARAH Mufakat Dikedepankan di Bale Kertha Adhyaksa, Elaborasi Hukum Adat dan Hukum Nasional

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERESMIAN – Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana dan Gubernur Bali Wayan Koster beserta unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bali dalam pelaksanaan komitmen bersama Bale Kertha Adhyaksa di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Denpasar, Bali, Senin (30/6).

TRIBUN-BALI.COM - Sedikitnya ada 350 orang dari berbagai elemen melaksanakan komitmen bersama pelaksanaan Bale Bale Kertha Adhyaksa yang diterapkan di seluruh Bali terdiri dari 636 Desa, 80 Kelurahan dan 1.500 Desa Adat, Senin (30/6). 

Pelaksanaan komitmen bersama Bale Kertha Adhyaksa bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Denpasar, dihadiri oleh Gubernur Bali Wayan Koster beserta unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bali.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr Ketut Sumedana menyampaikan, bahwa komitmen bersama Bale Kertha Adhyaksa ini bertujuan untuk penguatan secara kelembagaan Desa Adat.

Kata dia, ini adalah wujudnya dukungan penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan RI khususnya Kejaksaan tinggi Bali dalam merevitalisasi hukum adat untuk dielaborasi dengan hukum nasional.

Baca juga: 20 Personel Naik Pangkat dari Aipda ke Aiptu, Total 64 Personel Bintara Polres Gianyar Naik Pangkat

Baca juga: Komitmen Pelaksanaan Bale Kertha Adhyaksa, Sumedana: Bali Paling Siap di Indonesia

"Bali paling siap di Indonesia, menjadi contoh yang dapat mengimplementasikan Kertha Desa yang selama ini bagian daripada lembaga Adat di Bali yakni melakukan penegakan hukum dengan mengedepankan musyawarah mufakat dengan kearifan lokal (lokal wisdom,-Red)," ujar Kajati Bali di sela kegiatan.

Kata dia, hal ini bakal berdampak sangat signifikan terutama mengurangi beban negara dan masyarakat dalam hal cost atau pembiayaan penanganan perkara.

"Tidak menimbulkan resistensi di masyarakat dan menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat adat, sehingga pengadilan sebagai pintu terakhir dalam mencari keadilan (ultimum remidium,-Red)," bebernya. 

Lanjutnya, keberadaan Bale Kertha Adhyaksa merupakan bagian dari penguatan lembaga Adat di Bali, sehingga di sini tugas Kejaksaan sebagai fasilitator dan Advisor di lembaga tersebut.

"Yang tujuannya tidak lain untuk menekan perkara sampai masuk ke ranah hukum, sehingga pengadilan adalah ultimum remidium jalan akhir untuk memperoleh keadilan," ujarnya.

Dijelaskannya, bahwa semua permasalahan atau konflik yang ada di desa diselesaikan dengan konsep musyawarah mufakat, guyub dan mengedepankan kearifan lokal (lokal genius).

"Sehingga Negara dan masyarakat tidak mengeluarkan biaya untuk berperkara serta masyarakat tidak terjadi resistensi atau konflik berkelanjutan," bebernya.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bali, Wayan Koster berharap, dengan terbentuknya Bale Kertha Adhyaksa menjadi wadah kolaborasi antara hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dengan hukum positif (hukum nasional). Kata dia, hal ini merupakan wujud penguatan desa adat yakni benteng terakhir dari sistem pemberlakuan adat adalah hukum yang sifatnya mengikat dan terimplementasi secara konsisten.

Menurutnya, hal itu harus mendapatkan dukungan penuh oleh masyarakat adat, pemerintah daerah dan penegak hukum. 

"Sehingga terciptanya keselarasan dan keharmonisan hukum di masyarakat, Bali akan menjadi role model dalam penegakan hukum modern, humanis dengan kearifan lokal," ujar Koster. (ian)

Jaksa Agung Dukung Penuh

Halaman
12

Berita Terkini