Banjir di Bali
Perlindungan Konsumen Terdampak Banjir, YLPK Bali Desak Relaksasi Kredit
Berdasarkan laporan masyarakat, sejumlah mobil mengalami kerusakan serius pada mesin, kelistrikan, dan interior hingga tidak dapat digunakan lagi.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Bali, khususnya di Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Gianyar pada 10 September 2025, menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
Tidak sedikit mobil dan sepeda motor konsumen yang hilang terbawa arus maupun mengalami kerusakan parah akibat terendam banjir.
Permasalahan semakin kompleks karena sebagian besar kendaraan tersebut masih dalam status pembiayaan kredit melalui perusahaan leasing atau finance.
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, I Putu Armaya, mengungkapkan pihaknya menerima banyak pengaduan dari konsumen, terutama di Kota Denpasar.
Baca juga: 37 SD dan SMP di Denpasar Terdampak Banjir dan Hujan, Tembok Roboh hingga Plafon Jebol
Salah satunya datang dari warga Perumahan Wiraraja, Denpasar Utara, yang melaporkan mobil dan sepeda motornya hanyut serta rusak berat.
“Konsumen menghadapi beban ganda: di satu sisi harus menanggung kerugian materiil akibat rusaknya atau hilangnya kendaraan, sementara di sisi lain masih harus membayar angsuran bulanan kepada leasing. Padahal, kerugian ini bukan karena kelalaian konsumen, melainkan akibat bencana alam (force majeure),” ujar Armaya, Sabtu 13 September 2025.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa pelaku usaha pembiayaan wajib memperlakukan konsumen secara adil, seimbang, dan tidak merugikan.
Prinsip tersebut, kata Armaya, menuntut agar perusahaan leasing tidak hanya menagih kewajiban kredit, melainkan juga memberi solusi yang meringankan.
Berdasarkan laporan masyarakat, sejumlah mobil mengalami kerusakan serius pada mesin, kelistrikan, dan interior hingga tidak dapat digunakan lagi.
Biaya perbaikan bahkan melebihi nilai pasar kendaraan.
Hal ini mengakibatkan konsumen kehilangan sarana transportasi vital untuk aktivitas harian seperti bekerja, mengantar anak sekolah, hingga kebutuhan kesehatan.
Kondisi serupa juga terjadi pada sepeda motor yang banyak digunakan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Armaya menekankan bahwa leasing tidak boleh membebani konsumen secara berlebihan ketika kerugian timbul akibat bencana.
Ia merujuk pada POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian saat pandemi Covid-19 sebagai preseden bahwa relaksasi kredit dapat diberlakukan dalam situasi darurat.
“Dengan analogi hukum, kebijakan serupa seharusnya bisa diterapkan pada kasus banjir di Bali. Kami mendorong pemerintah pusat maupun daerah, termasuk Gubernur Bali, untuk segera mengusulkan agar OJK mengeluarkan aturan khusus,” tegasnya.
Bentuk relaksasi yang dimaksud antara lain penundaan angsuran (grace period), perpanjangan tenor kredit, pengurangan bunga atau denda, serta restrukturisasi sesuai kondisi konsumen terdampak.
“Harapannya, konsumen di Bali yang menjadi korban banjir bisa bernafas lega dan tidak semakin terpuruk secara ekonomi,” pungkas Armaya. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.