Berita Bali

Oknum Polisi Polda Bali Terlibat Jaringan Perdagangan Orang, Total Enam Tersangka Ditahan

Polda Bali menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan 21 korban. 

Istimewa/Polda Bali
PERDAGANGAN ORANG - Subdit 4 Ditreskrimum menyelamatkan 21 orang korban dugaan TPPO. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kepolisian Daerah Bali (Polda Bali) menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan 21 korban. 

Mirisnya, salah satu dari keenam tersangka tersebut merupakan aparat kepolisian aktif di salah satu Satuan Direktorat Polda Bali berinisial IPS.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, mengungkapkan bahwa oknum polisi IPS berperan penting dalam merekrut korban dengan berkoordinasi bersama agen. 

Baca juga: Penyebab Kematian Timothy Ditelusuri, 20 Saksi Diperiksa, Polda Bali: Belum Ada Indikasi Bullying

Sementara lima tersangka lain yang turut ditahan adalah TS alias MI, R, MAS, JS, dan I.

"Keterlibatan anggota kami itu ada. Makanya kami tindak lanjuti. Kita tahan. Kita periksa," tegas Kombes Pol Sandy kepada Tribun Bali, pada Sabtu 25 Oktober 2025.

Kasus TPPO ini terungkap setelah serangkaian kejahatan yang terjadi antara 4 hingga 15 Agustus 2025 di atas Kapal Motor (KM) Awindo 2A yang berlokasi di Perairan Pelabuhan Benoa, Denpasar.

Modus operandi yang digunakan para tersangka adalah merekrut 21 korban sebagai Anak Buah Kapal (ABK) penangkap cumi dengan iming-iming gaji besar. 

Baca juga: Fraksi Gerindra DPRD Bali Desak Polisi Usut Penyalur Perdagangan Orang di Myanmar 

Namun, janji tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami para korban.

"Modusnya itu adalah mencari orang bekerja di kapal untuk menangkap cumi. Dan sudah ada agreement (kesepakatan,-Red) dan segala macam, cuma tidak sesuai dengan kesepakatan," jelas Kabid Humas.

Selain pekerjaan yang tidak sesuai, para korban juga dihadapkan pada praktik penjeratan utang, penyaluran pekerjaan yang tidak sesuai perjanjian, serta perlakuan yang tidak manusiawi di tempat penampungan. 

Baca juga: Dua Warga Buleleng Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang, Disekap hingga Disiksa

Tempat penampungan dilaporkan tidak layak, bahkan tidak memiliki fasilitas MCK dan makanan yang layak.

Para tersangka memiliki peran yang beragam, mulai dari mencari calon ABK melalui agen, membantu penerbitan buku pelaut, hingga merekrut secara langsung. 

Diduga kuat, tersangka IPS menyalahgunakan wewenangnya sebagai anggota Polri dalam menjalankan aksinya.

Untuk penanganan internal, tersangka IPS dikenakan sanksi tegas berupa Penempatan Khusus (Patsus) selama 20 hari ke depan, selain proses hukum pidana yang sedang berjalan.

"Ya, kalau polisi terlibat pelanggaran hukum pasti akan di Patsus, masuk sel," tandasnya.

Kepolisian telah melakukan penahanan terhadap tersangka sejak tanggal 16 Oktober 2025 sesuai Surat Perintah Penangkapan. 

Untuk memperkuat penyidikan, Polda Bali telah memeriksa 22 orang saksi dan dua orang saksi ahli TPPO dan pidana.

Adappun beberapa barang bukti yang disita diantaranya 31 lembar PKWT calon ABK Awindo 2A- 1 Berkas Dokumen KM Awindo 2A, 4 lembar surat pernyataan antara korban dengan tersangka TS.

21 lembar PKL PT. Awindo, satu lembar penunjukan keagenan kapal, 1buku catatan kebutuhan kapal, 26 buah KTP calon ABK Awindo 2A, 2 lembar catatan kasbon AWI 2A.

1 lembar faktur solar KM Awindo 2A, satu bendel PKWT yang ditandatangani tersangka IPS, dan 2 unit handphone iPhone 15 Pro Max.

Para tersangka dijerat dengan undang-undang berat terkait perdagangan orang.
 
Tersangka R, TS, MAS, dan JS dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 KUHP.

Tersangka oknum polisi IPS dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 10 dan/atau Pasal 8 ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara terhadap tersangka I dipersangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 10 juncto Pasal 15 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 juncto Pasal 55 KUHP.

Kepolisian hingga kini masih mendalami apakah oknum anggota polisi tersebut termasuk dalam jaringan atau sindikat TPPO yang terorganisir. 

Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali memulangkan sebanyak 21 korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok perekrutan Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Motor Awindo 2A. 

21 orang tersebut berhasil diamankan dari dugaan TPPO dan Polda Bali juga menyelamatkan barang-barang para korban di Pelabuhan Barat Benoa Jalan Segara Kulon No.23, Benoa, Kuta Selatan, Badung di kapal tersebut, pada Jumat 15 Agustus 2025 lalu.

"Dari kegiatan tersebut berhasil diamankan 21 orang calon ABK yang menjadi korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang," ungkap Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, S.I.K., M.I.K., di Mapolda Bali, Denpasar, pada Kamis 4 September 2025.

Dijelaskannya, dugaan TPPO berkedok perekrutan ABK berjumlah 21 orang tersebut berasal dari berbagai daerah di seperti Jawa TImur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek serta Banten. 

"Perekrut menggunakan media sosial dengan penawaran kerja yang menarik, kemudian dijemput, dibiayai perjalanannya, dikumpulkan di sebuah tempat di Pekalongan lalu seluruhnya dibawa ke Pelabuhan Benoa," beber dia. 

Lebih jauh, AKBP Ayu Suinaci menerangkan bahwa KM Awindo 2A merupakan kapal penangkap cumi yang beroperasi di area fishing ground dekat dengan Papua atau Laut Aru. 

"Untuk pemilik masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan peran peran terjadinya TPPO masih berlangsung secara marathon," jelasnya. 

Awal mula Polda Bali mengendus dugaan TPPO ini berawal pada 29 Juli 2025 terdapat awak kapal yang memohon evakuasi ke Basarnas, kemudian karena ada indikasi mencurigakan team Subdit 4 Ditreskrimum melakukan penelusuran. 

Kemudian berdasarkan surat perintah penyelidikan, Polda Bali melakukan audiensi dengan para ABK KM Awindo 2A dengan memberikan mereka lembar testimoni Rise and Speak yang merupakan program kerja direktorat tipid PPA-PPO Bareskrim Polri. 

"Team menemukan sejumlah testimonial yang terindikasi penjeratan utang dan penipuan serta metode perekrutan yang identik dengan memanfaatkan status kelompok rentan," jelasnya.

Petugas selanjutnya menawarkan evakuasi dan banyak dari mereka yang ingin dievakuasi, namun karena keterbatasan, team Subdit 4 Ditreskrimum melakukan evakuasi secara bertahap. 

Sesampainya di gedung RPK Polda Bali dilaksanakan pemeriksaan secara intensif terhadap para ABK yang didominasi usia 18 sampai dengan 23 tahun tersebut ditemukan sejumlah kondisi yang tidak ideal dari para ABK.

"Dirampas tanda pengenalnya (KTP), dirampas Handphonenya, dipaksa bekerja tanpa kontrak kerja dan kepastian hak/jaminan kerja dan tanpa memperhatikan K3 (kesehatan & keselamatan kerja)," jelasnya.

"Diberi makan 6 bungkus mie yang jika dibagi untuk korban, masing-masing hanya mendapatkan 2 sendok mie saja, kemudian minum air tawar mentah yang diambil dari Palka penyimpanan air tawar kapal," imbuh Suinaci.

Kondisi para ABK berada di tempat tanpa penerangan, disekap dengan akses yang sulit dijangkau dari daratan atau posisi kapal sedang labuh di tengah Perairan Pelabuhan Benoa.

"Para korban merasa ketakutam kecewa, merasa ditipu, tidak mampu melawan dan ingin diselamatkan dan pulang merindukan keluarga serta khawatir dicelakai apabila kapal sudah meninggalkan Pelabuhan Benoa," bebernya.

Para korban dugaan TPPO ini terjerat karena dijanjikan iming-iming berupa bekerja di Unit Pengelolaan Ikan, kemudiann bekerja di sejumlah perusahaan seperti di Jakarta, Pekalongan dan Surabaya.

"Diberikan kasbon Rp6 juta di awal sebelum mulai bekerja namun mereka hanya menerima kisaran Rp2.500.000,- karena harus dipotong biaya calo, sponsor, administrasi, cetak KTP, travel, dan biaya biaya lainnya yang tidak mereka ketahui," paparnya.

"Rata rata iming-imingnya diberikan gaji perbulan Rp3.400.000 namun ternyata hanya Rp35.000 perhari," jabar Suinaci.

Setibanya di gedung RPK Polda Bali para korban membuat pengaduan kepada bapak Kapolda Bali dan membuat surat permohonan Perlindungan Hukum.

Saat ini penyidik sedang mendalami kejahatan luar biasa terhadap rasa kemanusiaan ini (extra ordinary crime) untuk bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, objektif dan memberikan rasa adil bagi semua pihak.

Kemduian pada Selasa 2 September 2025 Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali secara resmi 21 korban tersebut diserahkan kepada Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, untuk dipulangkan ke rumahnya masing-masing.

Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung RPK Polda Bali tersebut dihadiri oleh Kasubdit Perlindungan Nelayan, Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan Hj. Muhammad Iqbal, S.Pi, M.Si., 

LBH Bali I Made Andi Winaba, Syahbandar KKP PPN Pengambengan Habibi, dan dari Destructive Fishing Watch, Siti Minatun.

Proses pemulangan 21 korban TPPO tersebut diawali dengan sambutan dari Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali dan Kasubdit Perlindungan Nelayan, Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan. 

Salah satu korban berinisial JR (38), mengaku lega dirinya bersama 20 orang lainnya kini berhasil selamat dari dugaan TPPO

“Saya dan 20 korban lainnya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolda Bali, atas perhatiannya. Sehingga kami dapat terselamatkan dan juga sudah menyediakan tempat beristirahat dengan baik serta nyaman, berkat dukungan fasilitas yang disediakan," ucapnya. (*)

 

Berita lainnya di Polda Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved