Gebrakan Pemimpin Bali

KELUH Kesah Gubernur Koster Mohon Pusat Lebih Perhatikan Bali, Singgung Ketidakadilan Sumber Daya

Koster meminta agar pemerintah pusat membuka potensi daerah berdasarkan karakteristiknya serta mendapatkan empowerment dengan undang-undang

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI
RAKOR– Gubernur Bali Wayan Koster memberikan masukan dan saran dalam Rakor dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diadakan di Bali, Kamis (6/11). 

TRIBUN-BALI.COM — Gubernur Bali, Wayan Koster meminta agar pemerintah pusat membuka potensi daerah berdasarkan karakteristiknya serta mendapatkan empowerment dengan undang-undang.

“Mohon maaf ini, mungkin semangatnya dulu kita terlalu kuat dengan prinsip satu Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhinneka. Akibatnya turunan kebijakan pusat ke daerah itu betul-betul diikat, diseragamkan semua,” kata Koster dalam Rapat Koordinasi (Rakor) dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diadakan di Bali, Kamis (6/11).

“Semangat menyeragamkannya itu tinggi sekali. Padahal, kondisi daerahnya kan beda-beda. Nggak mungkin kita menyeragamkan untuk kondisi yang satu daerah dengan daerah lain itu berbeda,” ujarnya.

Koster mengungkapkan, hal ini membuat timbulnya gap langsung oleh sistem itu sendiri yang otomatis juga membuat gap antardaerah satu dengan daerah lain.

Baca juga: TIDAK ADIL Alokasi Sumber Daya Selama Ini, Gubernur Koster Minta Pusat Lebih Perhatikan Bali

Menurutnya daerah tersebut tidak bisa berkembang optimal akibat regulasi yang tidak sejalan dengan potensi daerahnya. 

Regulasi saat ini bagi daerah yang memiliki tambang, minyak, gas, batu bara, otomatis akan mendapatkan alokasi dana bagi hasil. Bagaimana dengan daerah yang hanya memiliki pariwisata?

Yang hanya mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Terlebih saat ini terdapat kebijakan dana transfer daerah dikurangi.

“Bali Rp 1,7 triliun totalnya, Kabupaten kota-kota di Bali berkurang Rp 1,7 triliun. Jadi cukup besar dampaknya. Nah tapi kota-kota di Bali, saya sudah arahin semua harus jalan dengan kondisi yang ada. Lakukan cara yang efisien untuk mengelola ini,” ujarnya. 

Pria asal Sembiran ini juga memaparkan perlunya penopangan anggaran untuk pemajuan kebudayaan lalu pariwisatanya, harus ada insentif kemudian ekosistem lingkungannya harus diurus. Infrastrukturnya juga diperhatikan agar tidak ada kemacetan.

“Karena Bali ini selain menjadi destiniasi wisata utama dunia, Bali kan lebih, terpaksa harus ngomong ini, semua juga orang tahu. Bali lebih terkenal daripada Indonesia. Coba saja mau bikin event apa, begitu bilang Bali pasti ramai ke Bali. Tapi kita nggak dapat hadiah apa-apa. Infrastrukturnya harusnya bagus, transportasinya harus bagus, alamnya harus bersih. Ini nggak menjadi bagian strategi kebijakan pemerintah pusat,” tandasnya. 

Baca juga: Wayan Koster Minta Diberi Kewenangan Khusus, Sebut Soal Bali Tidak Perlu Otonomi Khusus

Dalam rangka momentum perbaikan UUD Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah Koster meminta agar pemerintah pusat memperhatikan hal ini. Kemudian termasuk juga kebutuhan keamanan di Bali.

Sebab Bali merupakan desinasi wisata yang besar, dinamika orang asing di Bali cukup besar, sehingga penanganan keamanannya tidak bisa disamakan dengan daerah lain. 

Diakuinya, Polda Bali kewalahan dan dalam konteks keamanan ini, tidak saja untuk kepentingan wisatawan.

Tidak saja wisatawan wisata ke Bali, tapi juga orang datang ke Bali dengan tujuan macam-macam, kepentingan ekonomi, politik, dan sosial.  

Setelah mengikuti rakor tersebut, Koster mengatakan diminta memberikan masukan, saran, dalam rangka perbaikan UUD Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Lebih lanjut ia mengatakan, perubahan regulasi Undang-undang itu harus menyeimbangkan antara kewenangan pusat dengan pemerintahan daerah agar daerah dapat tumbuh berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik yang ada di daerah-daerah tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polkam, Heri Wiranto menjelaskan kegiatan rapat koordinasi bersama ini membahas tentang harmonisasi kewenangan pusat dan daerah.

Sebenarnya kegiatan ini bagian dari tugas pokok Kemenko Polkam dalam rangka sinkronisasi dan koordinasi dengan Kementerian Lembaga atau Kementerian Dalam Negeri. 

“Oleh karena kegiatan ini berupa kolaborasi kami dengan Kementerian Dalam Negeri. Kita laksanakan di tiga zona sebenarnya. Zona pertama kita laksanakan di Timur, di Makassar. Kemudian zona kedua di wilayah Barat, yaitu di Batam. Dan terakhir ini zona ketiga, wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara itu kita laksanakan di Bali,” ucap, Heri Wiranto. 

Heri juga mengatakan Gubernur Bali telah memberikan insight tentang bagaimana penyelenggaran pemerintahan di daerah dan bagaimana mekanisme harmonisasi yang diharapkan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

Baca juga: Wayan Koster Sebut Alokasi Sumber Daya ke Daerah Kurang Adil: Demi Kemajuan Daerah Itu Sendiri

Di sisi lain tadi juga ada banyak arahan dari Dirjen Otonomi Daerah yang juga memberikan gambaran bahwa basis dalam rangka menyusun rancangan kegiatan apapun di daerah adalah melalui database, ini yang penting. 

“Dan tentu ke depan memang kita sudah mulai mempertimbangkan untuk menyusun rancangan revisi undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,” sambungnya. 

Diharapkan inisght tersebut juga akan memberikan masukan dari rapat koordinasi ini dari beberapa wilayah, dari beberapa daerah.

Inisght Gubernur Bali akan ditampung bersama dengan Pemerintahan Dalam Negeri, dengan DPR RI untuk menyusunnya.

Direktur Jendral Otonomi Daerah, Prof Akmal Malik mengatakan bahwa insight tentang bagaimana Pasal 18 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan antara pusat dan daerah itu harus mempertimbangkan kekhususan dan keragaman.

Seperti yang disampaikan oleh Gubernur, Bali bahwa kewenangan-kewenangan yang seperti apa yang harusnya daerah lakukan berbasis potensi daerah masing-masing. (sar)

Tidak Adil 

Regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat, terkesan hanya memperhitungkan sumber daya alam, tambang, minyak, gas, batubara, maupun juga pertambangan.

Daerah dengan penghasil sumber daya alam inilah yang akan langsung mendapatkan bagi hasil dari Undang-undang.

Berbeda dengan Bali yang hanya memiliki pariwisata, tak pernah dilakukan penghitungan devisa pariwisata.

Hal tersebut diungkapkan, Gubernur Bali, Wayan Koster pada Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi dalam rangka Harmonisasi Kewenangan Pusat dan Daerah melalui Evaluasi Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diadakan di Bali pada, Kamis 6 November 2025. 

“Jadi kalau boleh bicara soal ketimpangan dalam kebijakan pusat, alokasi sumber daya negara ke daerah agak kurang adil. Saya harus berani menyampaikan itu, demi kemajuan daerah itu sendiri,” kata Koster.

Lebih lanjutnya, Koster menerangkan oleh karena itu hal-hal seperti ini harus menjadi perhitungan di dalam merancang pola hubungan antara pusat dan daerah.

Tentu saja kata Koster, ia sangat paham bagaimana mengatur pusat dan daerah dalam konteks Undang-undang ini.

Dengan adanya wisatawan yang begitu tinggi di Bali, terjadi beberapa hal di antaranya adalah alih fungsi lahan sawah yang cukup tinggi.

Baca juga: Gubernur Bali Koster Belum Panggil Investor Lift Kaca Kelingking, Tunggu Hasil Kajian Pansus TRAP

Kemudian permasalahan sampah banyak, ekosistem alam mengalami kerusakan, ketersediaan air bersih, macet, dan kesenjangan ekonomi antar wilayah.

Infrastruktur dan transportasinya kurang memadai, kemudian juga praktik pembelian aset mengantasnamakan orang lokal acapkali terjadi.

Kemudian kasus narkoba tinggi, prostitusi juga meningkat yang terselubung, seperti pada SPA yang ternyata SPA berisikan kegiatan prostitusi. 

“Kami sekarang sama Pak Kapolda sedang melakukan Operasi Yustisi, untuk menunjukkan ini. Kemudian juga munculnya komunitas orang asing, tadinya ada komunitas Rusia, Ukraina, sudah kami larang. Dan sudah diambil tindakan oleh Bapak Kapolda,” imbuhnya. 

Kemudian juga orang asing nakal, usaha ilegal, dan bahkan ada orang asing mengambil usaha masyarakat lokal.

Kemudian juga terjadi penodaan tempat-tempat suci yang semakin meningkat, rusaknya parkir dan orisinil budaya Bali.

“Saya ingin memberikan masukan, karena saya aktif siang malam mengurusi penyusunan rancangan Undang-undang pemerintahan daerah ini dulu di DPR. Maka sekarang saya jadi kepala daerah, paham jadinya apa kelemahannya. Jadi tentu saja undang-undang ini harus betul-betul mengakomodasi sejumlah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, baik di pusat maupun juga di daerah itu,” bebernya. 

Nomor satu yang harus betul-betul diikat oleh Undang-undang ini, adalah bagaimana daerah bergerak, berdinamika tetapi ada yang tidak boleh berubah yakni konstitusi undang-undang dasar negara Republik Indonesia.

Dalam konteks pengaturan, dengan hubungan pemerintahan pusat dan daerah ini, adalah pada tata kelola pemerintahnya diberikan rambu-rambu.

“Sekarang tidak lagi seperti 10 tahun lalu 2014 sekarang sudah 2025 sekarang teknologi komunikasi berkembang. Kemudian digitalnya berkembang sekali. Ini harus menjadi bagian daripada pengaturan undang-undang dalam langkah penyelengaraan pemerintahan. Supaya ini menjadi bagian daripada tata kelola yang efektif, efisien. Karena pasti jangkauan, pengetahuan, persepsi kepada daerah itu tidak sama di Indonesia. Itu beda-beda,” tutupnya. 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved