Berita Gianyar
ARMA Fest, Semangat Agung Rai Merawat Seni dan Budaya Lintas Generasi di Bali
Di tahun 2025 ini, Arma Fest telah menginjak usia ke tiga tahun, dan berlangsung dua hari, dari 27-28 September 2025.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Museum ARMA Ubud, Gianyar, Bali telah berdiri sejak tahun 1996, didirikan Anak Agung Gede Rai, seorang budayawan kelahiran 17 Juli 1955 di Desa Peliatan, Ubud.
Museum yang mengusung tema 'kesenian yang hidup' itu, terus bertahan di tengah perubahan gaya hidup masyarakat, di mana jejak-jejak kaki generasi muda yang mulai luput dari museum.
Meski demikian, Agung Rai, yang saat ini masih energik, tidak pernah patah semangat.
Pria murah senyum tersebut terus mengumpulkan para seniman dari lintas generasi, untuk berkarya.
Baca juga: Wamenpar Giring Buka Pameran Peter Rhian ‘Utopia’ di Museum Puri Lukisan Ubud
Dirinya pun selalu membuka pintu untuk para seniman untuk berkarya di Museum ARMA.
Tak ayal, di setiap sudut, di bawah pohon rindang serta bangunan 'bale bengong', setiap harinya selalu ada seniman yang berkreasi, baik itu melukis, membuat tapel, menari dan sebagainya.
Bahkan turis luar negeri yang berkunjung di museum ini, mereka tak hanya melihat karya seni. Tetapi juga bisa belajar proses berkesenian ala Bali.
Dalam merayakan keberlanjutan seni, tradisi dan budaya di Museum ARMA, Agung Rai pun membuat kegiatan ARMA Fest.
Di tahun 2025 ini, Arma Fest telah menginjak usia ke tiga tahun, dan berlangsung dua hari, dari 27-28 September 2025.
Mengusung tema “Preserving Culture”, festival ini bukan hanya menyuguhkan pertunjukan seni panggung, seni pahat dan seni lukis, juga memberikan ruang dialog untuk budayawan.
Terdapat juga program kreatif seperti tour museum, lomba seni, hingga ruang khusus untuk UMKM.
Menariknya, Arma Fest di usia ketiganya ini dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, Sabtu 27 September 2025 malam.
Dihadiri oleh Direktur Warisan Budaya Kementerian Kebudayaan, I Made Dharma Suteja.
Seniman yang terlibat dalam festival sebanyak 150 orang, baik itu anak-anak, pemuda hingga orang tua.
Pendiri Museum ARMA, Anak Agung Gde Rai, menegaskan bahwa festival terbuka bagi siapa saja.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.