Kunjungan Wisatawan ke Subak Jatiluwih Harus Dikendalikan

Sejak kawasan Subak Jatiluwih berstatus Warisan Budaya Dunia (WBD), peningkatan wisatawan yang datang ke daerah tersebut semakin banyak

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan
Wisatawan berfoto di centre point di areal persawahan Jatiluwih, Senin (22/4/2019). 

Kunjungan Wisatawan ke Subak Jatiluwih Harus Dikendalikan

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ir I Wayan Windia, SU menilai, semenjak kawasan Subak Jatiluwih berstatus Warisan Budaya Dunia (WBD), peningkatan wisatawan yang datang ke daerah tersebut semakin banyak.

Peningkatan itu, menurutnya, kini telah mencapai angka 300 persen, dimana pada awalnya berada di angka sekitar 50 ribu dan sekarang sudah berlipat ganda mencapai 200 ribu orang wisatawan per tahun.

Banyaknya wisatawan yang datang ke Jatiluwih itu mengundang investor berkeinginan membangun berbagai fasilitas pariwisata di daerah tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan alih fungsi lahan.

“Segala macam dibuat, dulu ada usul pemecahan masalah parkir, (maka) dibuat parkir, tahu-tahu parkir untuk restoran, kan gitu. Nambah rusak terus kan,” kata Prof Windia saat ditemui Tribun Bali di Gedung Pascasarjana Unud Kampus Sudirman, Denpasar belum lama ini.

Oleh karea itu, Prof Windia meminta agar jumlah wisatawan yang berkunjung ke Jatiluwih agar dikendalikan, karena itu merupakan salah satu janji kepada United Nation, Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) pada saat mengusulkan subak sebagai WBD beberapa tahun lalu.

Baca: BMKG: Prakiraan Cuaca 33 Kota Besar di Indonesia Kamis 9 Mei 2019

Baca:  30 Ekor Sapi Tak Layak Potong Bisa Keluar Bali, Dinas Karantina Kecolongan?

“Kendalikan orang masuk ke sana. Kendalikan berapa memang kapasitas daya tampungnya, harus diukurlah,” pinta Guru Besar Fakultas Pertanian itu.

Pengendalian wisatawan yang datang ke sana juga harus diikuti dengan nilai jual yang lebih tinggi.

“Karena begitu indahnya pasti orang mau kan. Mungkin orang mengantre ke sana. Kalau orang sampai antre ke sana, kan nilai jualnya tinggi,” tuturnya.

Windia menyontohkan, salah satu wisata di Bhutan misalnya, yang hanya menerima kunjungan wisatawan sebanyak 1 juta orang per tahun.

Dengan adanya pembatasan jumlah wisatawan itu menyebabkan orang mengantre dan meningkatkan harga jual, termasuk hotel-hotel sederhana.

“Ini menurut saya income tidak berkurang kalau kita melestarikan itu subak, asal diatur. Makanya itu perlu Badan Pengelola Warisan Budaya Dunia,” jelasnya.

Baca: Festival Ramadan, Wadah Bagi Usaha Kuliner Mikro Berburu Berkah di Bulan Puasa

Baca: Anas Imbau Pengelola Wisata Fasilitasi Ibadah Ramadan Para Wisatawan

Selain membatasi kunjungan wisatawan, beberapa janji lainnya kepada UNESCO yakni adanya kesejahteraan lahir batin kepada para petani.

Kesejahteraan lahir batin itu tidak hanya dari segi pendapatan, tetapi mereka juga diajak dalam memutuskan segala bentuk pembangunan yang akan dijalankan di kawasan subaknya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved