Melarat di Pulau Surga
Miris, Titib Andalkan Upah Pijat Rp 2.000 untuk Makan Sehari
Titib mengaku hingga sekarang belum mendapatkan bantuan, baik bantuan berupa kesehatan, kebutuhan pokok, apalagi bedah rumah.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, KARANGASEM - I Wayan Titib (70) warga Dusun Desa, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem, Bali tertunduk lesu di rumahnya, Minggu (11/10/2015).
Pria yang hidup sebatang kara ini mengaku tak kuat melangkah karena kakinya mengalami kelainan sejak lahir.
Titib tinggal di rumah beratapkan seng yang tampak kotor.
Temboknya sudah pecah-pecah.
“Biar bisa beli nasi, setiap hari saya jadi tukang pijat. Upah seikhlasnya, terkadang hanya diberi Rp 2.000. Kalau nasib bagus, ada juga memberi Rp 10 ribu,” kata Titib kemarin.
Untuk menuju ke pelanggan pijatnya, Titib dibantu alat jalan berupa dua batang kayu.
”Len seng kene, nyen ngebang makan. Ling cerik be kene (Kalau tidak seperti, siapa yang kasih makan. Sudah dari kecil seperti ini),” tambahnya.
Meski upah jasa pijat kecil, namun Titib tetap bersyukur.
Apalagi ia bisa makan dan minum.
Dikatakan, warga sekitar juga berempati dengannya.
Dicontohkan saat membeli nasi misalnya, ia malah dikasih.
“Len upah mijet angon melian bas, seng cukup (Kalau upah pijat digunakan beli beras, nggak cukup),” ujarnya.
Disinggung bantuan pemerintah, Titib mengaku hingga sekarang belum mendapatkan.
Baik bantuan berupa kesehatan, kebutuhan pokok, dan apalagi bedah rumah.
Setiap berobat, ia tak pernah menggunakan JKBM karena tak mendapatkan.