Inspirasi
Kayuh Sepeda Ontel Jualan Tuak Manis, Mangku Cakra Sukses Kuliahkan Anak
Tak sedikit orang mengabaikan tawarannya. Namun wajahnya yang sudah keriput itu selalu menanggapinya dengan senyum ikhlas.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Meskipun aktif berjualan, faktor usia membuat Mangku Cakra tidak lagi bisa memanjat untuk menyadap air nira pohon kelapa yang nantinya dijadikan tuak.
Beruntung, ia dibantu oleh keponakannya untuk menyadap sebanyak 12 pohon kelapa yang dimilikinya.
"Sekarang saya sudah tua, tidak berani memanjat lagi. Keponakan saya yang sekarang memanjat pohon kelapa untuk memproduksi tuak," cerita Mangku Cakra yang saat itu tidak beranjak dari tempatnya berteduh.
Selama sehari, keponakannya tersebut harus memanjat 12 pohon kelapa sebanyak dua kali, pagi dan sore hari.
Dengan itu, ia mengaku maksimal bisa menghasilkan 15 liter tuak manis yang dikemasnya dalam 24 botol tuak.
"Saat ini kan musim kemarau, produksinya tidak maksimal. Paling banyak sekitar 20 botol kalau musim kemarau seperti sekarang, karena cuaca juga berpengaruh pada banyaknya nira yang dihasilkan," keluh Mangku Cakra.
Meskipun harus berjualan tuak manis dengan mengayuh sepeda tua, tetes keringat Mangku Cakra tidak sia-sia.
Dari botol demi botol tuaknya tersebut ternyata mampu menyekolahkan enam anaknya.
Bahkan, anaknya lulus hingga perguruan tinggi dan ada putranya yang bekerja di bidang perpajakan di Bekasi, Jawa Barat.
"Ya, syukuri saja bukan karena hasil tuak saja. Semua karena sama-sama mencari rezeki dengan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa," terangnya dengan tersenyum.
Mangku Cakra menjual satu botol tuak manis dengan harga Rp 7.000.
Jika terjual habis, Mengaku Cakra mengaku mengumpulkan uang sebanyak Rp 180.000 per hari.
"Ya, kalau langganan datang baru bisa terjual habis. Kalau sepi seperti sekarang, ya dapat jualannya tidak terlalu banyak," pungkas Mangku Cakra. (*)