Hari AIDS Sedunia

Kisah Menyedihan ODHA, Ditolak Keluarga Besar dan Terpisah dari Anaknya

Menjadi korban terdampak virus HIV/AIDS dari almarhum suaminya yang terlebih dahulu terkena, membuat wanita dengan empat anak ini ditolak keluarga

Penulis: Cisilia Agustina. S | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/Cisilia Agustina S
Ketut Rediten 

“Dengan anak bungsu, saya dipisahkan lima tahun dari ia bayi. Hingga enam bulan yang lalu akhirnya dikembalikan pada saya,” ujar Desi sambil melempar senyum.

Tidak ingin terpuruk, namun pengalaman tersebut menjadi pemicu baginya untuk menunjukkan bahwa ia bisa bertahan hidup dan sehat hingga saat ini.

Bahkan saat ini ia bisa berkumpul kembali secara lengkap bersama keempat anaknya.

Empat tahun menjadi ODHA membuat ia terus mengembangkan diri.

Bahkan hingga sekarang ia aktif sebagai pendamping ODHA lainnya di Yayasan Kerti Praja.

Turut bergabung di YKP, ia memiliki tujuan tersendiri karena ia tidak ingin apa yang ia alami dulu terulang kembali kepada para ODHA lainnya.

“Pengalamannya luar biasa, setiap hari saya mendengar cerita baru dan beragam. Dulu saya mengira apa yang saya alami adalah buruk dan sekali, tapi ternyata sekarang, saat mendampingi yang lain, saya merasa jauh lebih beruntung, karena mereka mengalami yang lebih miris dari saya,” ujar wanita yang bertugas di RSUP Sanglah ini.

Merasa apa diskriminasi yang ia alami adalah satu bentuk ketidakadilan dari lingkungan.

Itulah yang kemudian membuatnya ingin membesarkan hati para ODHA lainnya untuk jalan bersama melalui apa yang mereka alami saat ini untuk bertahan dan menjadi lebih baik lagi.

“Saya tidak mau teman-teman saya merasakan hal seperti itu juga. Saya sangat menyayangkan mengapa diskriminasi dari masyarakat, dari keluarga masih begitu besar untuk para ODHA,” tambahnya.

Tak hanya Desi, namun pengalaman menjadi ODHA juga dialami Puspa Reni.

Terdeteksi positif HIV/AIDS pada tahun 2009 yang lalu justru dianggapnya sebagai sebuah hikmah.

Wanita berusia 47 tahun yang pernah menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menyebabkannya menjadi ODHA ini, kini mendapatkan kehidupan dan pekerjaan lebih layak dari sebelumnya.

“Justru dengan status ini saya mendapat hikmah dengan pekerjaan lebih layak yang bisa menghidupi saya,” ujar Reni.

Telah 3 tahun menjadi Penyuluh Lapangan (PL) di YKP, ia merasa bahwa pekerjaan inilah yang menyatu dengan jiwanya.

Bahkan keempat anaknya yang tidak tinggal bersamanya pun tetap mau mengakuinya dan memberikan motivasi untuk Reni.

“Anak-anak saya ikut dengan bapaknya, kami sudah pisah 10 tahun. Tapi syukurnya anak-anak tahu dan mengerti kondisi saya,” ujar Reni. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved