Kepuh Angker Sejak Zaman Dang Hyang Dwijendra Ini Dijaga Ancangan Macan Gading
Pohon yang diperkirakan usianya sudah mencapai ratusan tahun dipercaya dijaga sesosok Ancangan Macan Gading.
Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Memasuki di kawasan Banjar Pakraman Beratan, Desa Pekraman Yeh Kuning, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, Bali, tampak sebuah pohon kepuh menjulang tinggi.
Pohon itu berada di tengah jalan desa.
Dua palinggih yaitu di sebelah utara dan satunya lagi berada di bawah pohonnya tampak sebagai stana utama bagi penunggu atau pemilik niskala pohon tersebut.
Pohon kepuh itu dikenal sebagai pohon angker.
Pohon yang diperkirakan usianya sudah mencapai ratusan tahun dipercaya dijaga sesosok Ancangan Macan Gading.
Bahkan tak sedikit pula warga setempat yang sempat mengalami Kesisipan jika hendak berbuat yang bukan-bukan di kawasan pohon yang memiliki ketinggian mencapai puluhan meter ini.
Kelian Banjar Pekraman Beratan, I Nyoman Astawa, Selasa (29/12/2015) mengatakan, pohon kepuh sudah ada jauh sebelum kehidupan kakek-neneknya.
Hingga kini, warga percaya jika pohon kepuh ini memiliki nuansa angker yang sangat kental sehingga warga yang melintas di sekitarnya selalu membunyikan klakson sebagai tanda permisi.
“Pohonnya terkenal angker. Warga di sekitar sini sering melihat ada penampakan makhluk halus tinggi besar dan binatang-binatang aneh juga,” katanya.
Selain penampakan, warga juga sering dilanda kesisipan atau kesambet saat berbuat yang tidak-tidak.
Seperti meludah sembarangan, berkata kasar atau kotor saat melintas atau merabas ranting dari pohon kepuh tersebut.
Sehingga, tak jarang warga kesisipan akhirnya menghaturkan sesajen berupa banten penebusan di sekitar pohon kepuh tersebut.
I Made Sujana, seorang warga yang mengabdikan dirinya selaku pemangku di pohon kepuh mengatakan, hingga saat ini tidak diketahui sejarah pasti akan asal muasal keberadaan pohon kepuh tersebut.
Namun, sebagian masyarakat terutama pendahulunya meyakini jika pohon kepuh itu ada kaitannya dengan napak tilas Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh atau Dang Hyang Dwijendra.
“Nenek moyang kami di sini mendapati pohon ini sudah ada dari dulunya. Tidak ada babad sebagai bukti tertulisnya. Tapi kami yakin sudah ada sekitar abad 14 dulu, saat Dang Hyang Dwijendra napak tilas di sini,” jelas Sujana didampingi istrinya, Ni Luh Nilawati ketika ditemui Tribun Bali di rumahnya di sebelah utara pohon kepuh tersebut.