Kontroversi Dugaan Aliran Sesat Balian Wayan Aka, Desa Pekraman Berhak Lakukan Ini
Agama berbeda dengan aliran. Aliran ya aliran, agama ya agama. Aliran yang boleh diikuti umat harus mengantongi izin operasional dari Kementerian
Penulis: A.A. Gde Putu Wahyura | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Agama berbeda dengan aliran.
Aliran ya aliran, agama ya agama.
Aliran yang boleh diikuti umat harus mengantongi izin operasional dari Kementerian Agama.
Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, Jero Gede Putus Suwena Upadesa, memberi pencerahan tentang apa yang harus dilakukan Desa Pakraman terkait dugaan aliran sesat yang ritualnya di luar konteks agama dan tradisi masyarakat Bali.
Merujuk Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003, Jero Suwena menyatakan setiap kegiatan yang menyangkut tri hita karana wajib diketahui, diawasi, dan diberikan imbauan oleh desa pakraman, termasuk bendesa adat, kepada pihak-pihak yang terlibat kegiatan/ritual tersebut.
“Kalau misalnya ada ajaran-ajaran di luar konteks yang dituangkan di Bali, desa pakraman berhak mengawasi, mengatur, dan mencegahnya. Dalam Perda No. 3 Tahun 2003 disebutkan bahwa desa pakraman dapat mengimbau kepada seluruh peserta kegiatan/ritual, apalagi kalau pelaksanaannya di luar konteks ajaran agama di Bali,” tegas Jero Suwena melalui melalui telepon di Denpasar, Senin (25/4/2016).
Jero Suwena mengingatkan jangan sampai ada ajaran agama ataupun aliran/ritual yang keluar dari adat dan budaya Bali yang bersumber dari agama itu sendiri. Dengan demikian, di setiap awig-awig dan pararem yang ada di setiap desa pakraman sebenarnya sudah dijelaskan hal-hal mana saja yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan di desa tersebut.
“Di desa pakraman kan ada awig-awig dan pararem yang memperbolehkan atau tidak ritual yang bersumber dari agama Hindu. Kalau bertentangan dengan adat, desa pakraman bisa menyelesaikannya. Setelah dari bendesa adat bisa difasilitasi ke Majelis Alit Desa Pakraman di tingkat kecamatan atau ke Majelis Madya Desa Pakraman atau ke MUDP kalau hal ini tidak bisa diselesaikan,” jelas mantan Wakapolda Bali ini.
Dia berharap agar masyarakat Bali dalam melaksanakan ritual tidak keluar dari adat dan budaya yang ada dalam agama itu sendiri.
Ini untuk menghindari terbentuknya sekte-sekte baru.
Kepala Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, AA Gede Muliawan menegaskan, aliran atau keyakinan yang boleh diikuti oleh umat adalah aliran yang sudah mengantongi izin operasional.
Ia mengatakan, agama itu berpijak pada weda.
Di Bali, hal itu tercermin di dalam lontar-lontar yang sumbernya dari Kitab Suci Weda.
“Agama berbeda dengan aliran. Aliran ya aliran, agama ya agama. Aliran yang boleh diikuti oleh umat adalah aliran yang sudah mempunyai izin operasional dari Kementerian Agama,” jelasnya.
Terkait keresahan masyarakat di Jembrana, Muliawan mengharapkan agar tetap mencari solusi terbaik.