Ida Pedanda Gunung Wafat

Kamu Merasa Tak Berguna? Ini Renungan Ida Pedanda Gunung: ‘Hidup Itu Seperti Sebuah Perjalanan’

Janganlah bersedih hati, sekalipun hidup tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu, hendaknya menjadikan berbesar hati

Facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung
Ida Pedanda Gede Made Gunung 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sosok pendeta, pencerah umat Ida Pedanda Gede Made Gunung telah berpulang pada Rabu (18/5/2016) pukul 04.45 Wita.

(Pencerahan Terakhir Pedanda Made Gunung ‘Kematian Itu adalah Teman Setia dari Kehidupan Kita’)

Ida Pedanda Gede Made Gunung (63) wafat akibat menderita stroke non hemmorhagik luas, ADHF profil B, ACKD, AF RVR, gagal nafas.

(Siapa Sesungguhnya Ida Pendanda Gunung Hingga Sosoknya Disegani Umat?)

Semasa hidup, Ida Pedanda Gunung pernah menulis renungan tentang hidup.

(BREAKING NEWS: Amor Ring Acintya, Pencerah Umat Ida Pedanda Gede Made Gunung Telah Wafat)

Menurutnya, hidup itu seperti sebuah perjalanan.

Pada akun Facebook Ida Pedanda Gede Made Gunung pada 30 Januari 2014, Ida menuliskan seperti ini:

OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU

(Sedih, Begini Kronologi Ida Pedanda Gunung Sakit Hingga Hembuskan Napas Terakhir)

MATANGNYN HAYWA JUGA WWANG MANASTAPA,AN TAN PARIBAWA, SI DADI WWANG TA PWA KANGONGAKNA RI AMBEK APAYAPAN PARAMADURLABHA SI JANMAMANUSA NGARAN YA, YADYAPI CANDALAYONI TWI. (SS. 4. hal. 8).

(Minta Tanpa Bade, Wasiat Ida Pedanda Gunung: ‘Kalau Aji Meninggal Nanti, Tolong!’)

Artinya;
Oleh karena itu, janganlah bersedih hati, sekalipun hidup tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu, hendaknya menjadikan berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, sekalipun kelahiran cacat sekalipun.

Setelah direnungkan kalimat tersebut di atas, maka penyesalan atas segala yang kita hadapi dalam hidup ini tidaklah perlu, walaupun keadaan hidup sekarang ini kurang, cacat fisik.

Sebab dengan menjadi manusia itu saja kita harus berbesar hati.

Sebab dengan lahir menjadi manusia kita dapat berbuat baik untuk menyempurnakan (melebur) perbuatan yang buruk.

Memang prakteknya sangat sulit, namun dengan keyakinan dan ketekunan untuk menghayati hidup ini maka semua yang kita anggap sulit akan menjadi terbiasa.

Oleh karena itulah saya mengumpamakan hidup ini tidak lebih seperti sebuah perjalanan untuk menuju tujuan.

Dalam perjalanan tersebut sudah pasti kita pernah melewati jalan rusak jalan naik, jalan berkelak-kelok, jalan bagus dan jalan turun atau jalan datar, jalan lurus.

Maka dari itu di saat melalui jalan yang bagiamanapun kita harus selalu hati-hati dan waspada.

Janganlah hidup yang sudah berat ini lagi ditambah dengan beban yang lebih berat seperti penyesalan. Lakoni hidup ini dengan 4 jalan;

1. Berbhaktilah kepada Tuhan, orang tua (ayah dan ibu), karena beliau memberi kita jalan lahir hidup menjadi manusia.

2. Belajarlah ilmu agama (sastra) dan praktekan dalam hidup ini, sebab agama memberikan kita penerangan jalan yang akan kita lalui.

3. Jangan lupa di dalam menjalani hidup ini melakoni/taat terhadap etika kehidupan, sebab etika itu merupakan rambu-rambu jalan yang kita lalui untuk selamat sampai di tujuan.

4. Tuhan sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidup kita ini.

Janganlah sia-siakan kesempatan hidup ini yang kita dapati dalam waktu yang amat singkat pula.

Yang dimaksudkan menyia-nyiakan kesempatan hidup adalah, perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri, merugikan keluarga dan merugikan orang lain.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH. SELAMAT MERESAPI DAN MERENUNGKAN.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM.

Renungan tersebut mendapatkan 1,2 ribu like dan telah di-share sebanyak 259 kali. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved