Simpang Ring Banjar
Lestarikan Kesenian Arja, Sanggar Sibuh Emas Banjar Kelusu Aktif Lagi
Aktivitas kesenian Banjar Kelusu, Desa Pejeng Kelod, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar kembali menggeliat
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
Namun apa daya, kehendak krama tidak bisa diubah.
Saat itu, kata dia, hidupnya suram.
Sulitan mencari pekerjaan dan kesulitan keuangan.
Dan, rencana pernikahannya pun gagal.
“Mungkin karena saya tidak menjalankan swadharma kepemangkuan, kehidupan saya jadi suram, sering kena musibah,” ujarnya.
Dalam frustasinya, Jero Soka memberanikan diri mepamit ke hadapan Bhatara Sesuhunan Pura Ratu Made Agung.
Dalam keheninangan, Jero Soka seperti mendengar pawisik,
“Jika tidak mau menjadi pemangku, harus menjadi pragina (penari). Tanpa mengiyakan atau menolak, dalam beberapa hari setelahnya, dirinya seperti dituntun oleh sesuhunan menjadi seorang pragina,” kata dia.
Tanpa sengaja bertemu Dalang Joblar, I Ketut Nuada asal Banjar Tumbak Bayuh, Canggu, Badung.
Oleh Nuada, dirinya dipertemukan dengan penari liku, Desak Rai Pengot asal Desa Mas, Ubud.
Di sini, Jero Soka diajar cara menguasai panggung.
Sementara terkait metembang dan menari, itu dilakukan secara otodidak.
“Tidak diajarkan menari, hanya dikasi tahu cara menguasai diri di panggung, itu sangat berarti sekali bagi saya. Kalau menari, saya belajar otodidak, kebetuan saya sudah punya besik menari. Sejak umur 4 tahun saya sudah belajar menari,” ujar lulusan Sarjana Ekonomi, Universitas Warmadewa tersebut.
Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP Widya Sakti Denpasar ini mengaku bersyukur, sejak ngayah melalui jalur pragina, kehidupannya relatif membaik.
“Astungkara, mungkin karena sudah titah Ida Bhatara Sesuhunan, meskipun saya berhenti ngayah sebagai pemangku, dan berubah menjadi pragina, kehidupan saya mulai membaik,” syukurnya. (weg)