Batuagung, Kisah Pertapaan Raja Jembrana

Desa Batuagung yang penduduknya didominasi kaum brahmana ini dulunya terbentuk dari kisah pertapaan Raja Jembrana, AA Ngurah Jembrana

Penulis: I Gede Jaka Santhosa | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/I Gede Jaka Santosha

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Desa Batuagung yang penduduknya didominasi kaum brahmana ini dulunya terbentuk dari kisah pertapaan Raja Jembrana, AA Ngurah Jembrana.

Batu tempat bertapa dianggap bernilai mulia dan memiliki peranan penting, maka lokasi di sekitar batu diberi nama Desa Batuagung.

Menilik sejarah Desa Batuagung maka tidak bisa terlepas dari zaman kerajaan Jembrana.

Banyak cerita yang berkembang di masyarakat mengenai latar belakang nama Batuagung.

Namun apa yang diyakini masyarakat selama ini disertai dengan bukti-bukti kuat berupa peninggalan sejarah yang masih terpelihara dengan baik.

Konon, sejarah terbentuknya Desa Batuagung ini diawali dengan runtuhnya kerajaan Berambang pada 1690 silam.

“Saat itu diceritakan terjadi bencana air bah dan tanah longsor yang dahsyat sehingga meluluhlantakkan kerajaan Berambang beserta rakyatnya,” ungkap Perbekel Batuagung, Ida Bagus Komang Widiarta mengawali ceritanya kepada Tribun Bali, Kamis (3/5/2018) lalu.

Usai musibah tersebut, Manca Agung Kerajaan Berambang yaitu I Gusti Made Yasa memutuskan kembali ke Mengwi dan menghadap paduka Raja Mengwi untuk memberitahukan musibah yang melanda kerajaannya.

Usai menghadap, I Gusti Made Yasa kemudian diperintahkan kembali ke Tamblang (Jembrana) dengan sistem imigrasi purba yaitu mengajak 100 pengikut Raja Mengwi.

Sesampainya di Jembrana, I Gusti Made Yasa dibantu pengikutnya kemudian membangun puri baru di sebelah barat sungai Tukadaya yang diberi nama Puri Andul.

Lantaran di Puri yang baru tidak memiliki raja, maka I Gusti Made Yasa yang menjabat selaku Mancan Agung memutuskan kembali ke Mengwi dan memohon putra raja dinobatkan sebagai raja di Jembrana.

Setelah direstui maka terjadilah imigrasi purba yang kedua dengan mengajak 200 pengikut yang dipimpin dua raja yakni I Gusti Ngurah Takmung (dari Desa Takmung, Klungkung) dan putranya I Gusti Alit Takmung yang kemudian diterima di Puri Andul.

Setelah putra raja Mengwi yakni I Gusti Alit Takmung dinobatkan sebagai Raja Jembrana dengan gelar Anak Agung Ngurah Jembrana, maka dibangun puri baru pada 1715 silam yang diberi nama Puri Agung Jembrana.

Namun saat beliau dinobatkan, sama sekali tidak ditemui adanya kaum brahmana sehingga raja memutuskan bertapa di batu besar yang terletak di sebelah barat sungai Tukadaya dan tak jauh dari Puri Andul.

Saat bertapa, raja kemudian mendapatkan wahyu agar beliau membangun stana (Palinggih) sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa untuk memohon keselamatan bersama baik untuk raja, rakyat maupun budayanya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved