Liputan Khusus
Tiap Bulan Setor ke Mami, Kisah Dunia Remang-remang Waria Denpasar
Bagi kalangan waria di Denpasar dan sekitarnya yang biasa menjajakan diri, mereka memiliki semacam aturan tersendiri
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Irma Budiarti
Sebagai transgender, dia merasa agak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan seksualitasnya.
Karena itu, hingga saat ini dia tetap menjalani pekerjaan ini.
Walau belakangan akhirnya dia menemukan pacar laki-laki.
“Setidaknya harus tetap ada yang positif itu, ya menari itu,” ucapnya.
Awal mula ikut mangkal adalah karena ajakan temannya.
Temannya itu juga yang mendorong dia untuk lebih berani menunjukkan jati diri, tidak sembunyi-sembunyi menjadi waria kaleng.
“Dulu sisiku memang masih cowok , tapi batinku sudah perempuan. Saat ketemu temenku ini, aku pikir, dia perempuan, ternyata sama. Lalu dia yang ngajarin make up, minjemin pakaian perempuan dan diajak terjun ke dunia ini,” jelasnya.
Mawar lalu menyuntikkan hormon perempuan di sebuah bidan di Bali untuk membuat payudara.
“Jadi semacam suntik KB untuk cewek, dan aku suntik hormon cewek,” imbuhnya.
Sementara untuk perawatan kulit, dalam seminggu, dia menghabiskan sekitar Rp 250 ribu.
Mengingat hukum di Indonesia yang tidak memungkinkan terjadinya perkawinan sesama jenis maupun dengan transgender, Mawar sudah siap dengan risiko itu kalau dirinya tidak akan menikah.(sud/win)