Bersedekah dalam Hindu, Kapan dan Siapa yang Layak Menerimanya agar Berpahala?
Tiga sloka dalam Bhagawadgita yang terkait dengan punia (pemberian/sumbangan red) atau sedekah dalam Hindu.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
“Memberikan seribu rupiah tanpa diketahui siapa-siapa dan tidak bermaksud untuk diketahui siapa-siapa kepada seseorang yang layak, jauh lebih berharga daripada memberikan dana punia Rp 1 milyar kepada satu kelompok, yayasan, sekelompok orang kalau tujuannya untuk mendapat penghargaan, nilainya nol,” tutur Pastika
Dan berikutnya dalam Bab 17 Sloka 22 Bhagawadgita menyebutkan berdarma atau memberi hadiah tanpa ketulusan niat dengan rasa kesal karena terpaksa, dan bisa menimbulkan kemalasan, ketergantungan dari orang yang kita berikan punia, maka itu disebut tamasika, nilainya adalah minus.
Sarasamuscaya juga menekankan akan pentingnya bersedekah, seperti beberapa petikan Sloka yang tribun-bali.com kutip dari yadnya-banten.blogspot.com:
Sloka 184: Sedekah yang tepat dan diberikan kepada orang yang tepat sudah pasti akan mendatangkan pahala yang besar, sedangkan sedekah yang tidak tepat dan diberikan kepada orang yang tidak tepat, walaupun dalam jumlah yang besar, akan mendatangkan pahala yang kecil. Intinya, besar kecil pahala tidak tergantung pada besar kecil sedekah, tapi pada tepat atau tidaknya sedekah itu.
Sloka 185: Jangan bersedekah kepada orang yang jahat dan kejam, jangan menggembar-gemborkan sedekah yang dilakukan. Jangan menerima sedekah dari orang jahat dan kejam, serta jangan pula berlindung kepadanya.
186. Sedekah jangan diberikan secara ngawur, jika ingin bersedekah hendaknya berusahalah mencari orang yang benar-benar pantas menerimanya.
Sloka 187: Pahala yang besar akan segera didapatkan jika sedekah diberikan kepada orang miskin yang baik, orang-orang yang hidup kelaparan, dan kepada orang yang benar-benar memerlukan bantuan.
Slokal 188: Hendaknya sedekah diberikan bukan karena ingin mendapatkan pujian, bukan karena rasa takut, dan tidak menyimpan motif atau tujuan-tujuan tertentu.
Sloka 189: Jika ayah dan ibu meminta pemberian, jangankan dalam bentuk harta, nyawapun hendaknya dikorbankan saja.
Sloka 190: Hutang kepada orang tua tidak akan terbalaskan, walaupun si anak berusaha membalasnya setiap hari dalam seratus tahun. Sebab demikian banyak penderitaan, pengorbanan, dan usaha-usaha yang dilakukan oleh ibu dan ayah untuk membesarkan anak-anaknya.
Sloka 191: Hanya orang miskinlah yang patut diberikan sedekah, bukan kepada orang kaya. Seperti halnya obat hanya pantas diberikan kepada mereka yang sakit, menjadi tiada guna jika diberikan kepada yang sehat.
Sloka 192: Jika ada orang miskin, namun lantaran malu, ia tidak mau meminta sedekah; sang dermawan haruslah berusaha agar si miskin itu mau meminta dan menerima sedekahnya.
Sloka 193: Jangan sekali-kali marah kepada orang yang meminta sedekah, jangan mengusirnya, jangan menolak untuk memberi sedekah walau mungkin yang meminta sedekah itu dianggap hina oleh masyarakat, bahkan sedekah yang diberikan kepada anjingpun tidak akan sia-sia.
Sloka 194: Jangan gegabah mencela dan menolak kedatangan orang yang meminta sedekah, jangan pernah menolak harapan-harapan mereka; sebab seorang peminta-minta dengan harapannya akan sedekah, ia berkeadaan sama dengan seorang guru yang datang dengan ajaran tentang kebajikan dan kebenaran. Mereka yang datang meminta sedekah layaknya matahari yang datang setiap hari untuk menghilangkan kegelapan; bagaikan seorang tukang bersih kaca yang bertugas setiap hari untuk membersihkan kaca dari debu-debunya.
Sloka 195: Tidak ada dosa yang lebih besar dari orang yang berkata ‘tidak’ kepada orang yang meminta sedekah, bahkan dosa mereka yang berkata ‘tidak’ akan ditambahkan dengan dosa dari si peminta-minta itu.
Sloka 196: Orang miskin yang datang meminta sedekah kepada si kaya sesungguhnya adalah cermin guru yang bijaksana, sebab kedatangan si miskin seolah-olah menasehati si kaya agar menjaga hartanya dengan sedekah; sebab jika si kaya menjadi kikir, kekayaannya akan hilang dan ia akan menjadi miskin. (*)