Menerka Semesta Kita, Masuk ke ‘Semesta’ Sang Perupa

Pernahkah kita menerka bagaimana rupa sebuah semesta yang penuh dengan keliaran imajinasi, kebebasan tiada batas?

Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Ni Ketut Sudiani
Salah satu lukisan yang dipamerkan dalam pameran bertajuk “Semesta Kita” di Bentara Budaya Bali, yang berlangsung hingga 27 Januari 2019. 

Cara Aldy mengungkapkan semestanya boleh jadi paling sulit untuk dipahami orang kebanyakan. 

Lihatkan bagaimana Aldy melukiskan “Pelita Kasih” (2018).

Bercak-bercak dan paduan sejumlah warna seakan bebas menari pada karya itu.

Begitu juga dengan caranya menggambarkan “Keluarga” (2018).

Ada sekitar empat hingga lima komposisi warna di dalamnya.

Masing-masing diberikan ruang tersendiri dengan bentuknya yang tak berbentuk.

Barangkali baginya, biru mewakili ayah, merah dirinya, hijau berpadu kuning adalah ibu.

Kita hanya bisa menafsir, walau tidak pernah tahu bagaimana sesungguhnya isi semesta Aldy.

Sementara Aquillurachman Prabowo, boleh jadi yang paling mampu menguasai semestanya dan semesta kebanyakan orang.

Pada “Menghidap Gawai” (2018), bahkan dia dapat memberikan kritik terhadap apa yang terjadi kini dalam kehidupan sosial masyarakat yang telah kecanduan gawai.

Kegilaan orang, yang digambarkan lewat figur menyerupai buaya, akan gawai, telah melebihi candu perokok.

Karakter serupa bisa dilihat juga pada “Me Againts The World” (2018), dan “Apa Serunya Normal” (2016).

Ia pernah meraih The Best Puppet Maker pada International Red Mood Festival Moscow – Red Teather Rusia (2018).

Spontan dan Merdeka

Apa yang dilakoni keempat anak muda ini dapat dikatakan sebagai Art Brut, seni yang dicipta oleh mereka yang selama ini dipinggirkan.

Namun sebagaimana dituliskan Wayan ‘Kun’ Adnyana, dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar, pemahaman tentang Art Brut tidak lagi dibaca sebagai karya seni kaum terpinggirkan, tetapi platform untuk menimbang akar kespontanan seni atau pun ekspresi kejiwaan yang murni.

Hingga kini, seni tetap dipercaya sebagai terapi untuk memeroleh atau menuju jiwa-jiwa yang merdeka.

Melepas bebaskan segala kespontanan dalam diri.

Seni pulalah yang memungkinkan terjadi peleburan sekat-sekat pembatas yang selama ini cenderung membuat orang-orang kerap anti dengan perbedaan.

Begitu pula dengan keempat seniman muda ini yang telah berhasil menerabas batas-batas pembatas itu. Terimakasih telah mengenalkan semesta kalian pada kami. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved