Serba Serbi

Fragmen Tari Desa Tegak Tampilkan Kisah Perjalanan Brahmana Keling Bertemu Dalem Waturenggong

Desa Tegak, Klungkung menampilkan fragmen tari "Lampahing Brahmana Keling", dalam helatan Klungkung Menari

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Helatan Klungkung Menari oleh Sanggar Pradnya Sita Asrama dari Desa Pakraman Tegak, yang menampilkan fragmen tari "Lampahing Brahmana Keling", Sabtu (31/3/2019) malam. 

Terlebih sang ayah baru saja datang, setelah berkunjung ke Puri Swecapura di Gelgel yang tersohor.

Baca: Layak Ditiru, 6 Kegiatan yang Sering Dilakukan Oleh Orang Sukses Saat Akhir Pekan

Baca: Tahukah Anda, Survei Ini Membuktikan Kentut Mampu Menguatkan Hubungan Pasangan Makin Mencintai

Singkat cerita, sampailah Brahmana Keling di Puri Swecapura.

Namun saat itu kerajaan dalam keadaan sepi karena sang raja Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Niratha berada di Pura Besakih, untuk mempersiapkan upacara eka dasa ludra yang digelar 100 tahun sekali.

"Sesampai di Pura Besakih dan disapa oleh para pengayah, ditanyakan Brahmana Keling mau bertemu siapa? Brahmana Keling menjawab ia mau bertemu saudaranya Ida Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha," ungkap Dalang dalam fragmen tari tersebut, Gde Ardinata.

Prajurit pun sangat meragukan apa yang dikatakan Brahmana Keling karena penampilannya yang lusuh, tidak seperti brahmana pada umumnya, yang seharusnya sangat disegani.

Namun karena ingin segera berrtemu dengan Ida Dalem, akhirnya Brahama Keling menerobos masuk ke dalam Pura Besakih, langsung menuju pelinggih dan beristirahat di sana.

Tak berselang lama kemudian datang Ida Dalem Waturenggong dan melihat bahwa ada orang dengan pakaian lusuh.

“Ida Dalem akhirnya memanggil prajurit untuk menanyakan siapa gerangan orang tersebut. Prajurit pun melaporkan bahwa orang itu tiada lain Brahmana Keling,” ungkap Gde Ardinata.

Namun sayang, Sang Brahamana Keling tidak diakui sebagai saudara, karena melihat pakaiannya yang lusuh dan bahkan dikiranya orang gila.

Baca: Ini Masalah-masalah yang jadi Sorotan Dewan Kota Denpasar

Baca: Era Baru Kekaisaran Jepang Diberi Nama Rewa, Inilah Artinya

Bahkan sosok yang harusnya dihormati ini, diusir paksa dari Pura Besakih.

Saat diusir, Brahamana Keling sempat mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya “Wastu Tata Astu, atau Karya yang dilaksanakan Tan Sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan, sarwa gumatat-gumitit ngrubeda.

Setelah mengucapkan kutuk tersebut, Brahama Keling menuju Desa Bedanda Negara.

"Makna dari kisah ini, agar umat dalam melakukan yadnya harus berdasarkan tiga kerangka agama Hindu yakni Tatwa, Susila, dan Upacara," ungkapnya.

Fragmen tari berdurasi sekitar 2 jam ini, benar-benar menarik antusiasme masyarakat.

Penonron tetap ramai hingga pertunjukan fragmen tari tersebut berakhir.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved