Pesta Kesenian Bali
Prof Dibia Kenalkan Konsep Ngunda Bayu, Teknik dan Pengolahan Tenaga Dalam Menari
Konsep Ngunda Bayu berupa pengaturan keluar masuk tenaga yang bisa diartikan sebagai pengaturan napas
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Selain harus mengenal konsep Ngunda Bayu, Penari Bali juga dituntut memiliki kepekaan dengan memanfaatkan energi gamelan.
Baca: 125 Siswa Belajar Membuat Layang-layang Bali hingga Menerbangkannya
Baca: Cinta Memang Pelik, Ini yang Perlu Kamu Pikirkan untuk Mempertahankan atau Mengakhiri Hubungan
Dicontohkan, misalnya ketika bunyi gong, penari harus mengeluarkan napas.
Ketika mekipekan (menoleh), penari juga menyesuaikan dengan suara kendang.
Konsep Ngunda Bayu juga disesuaikan dengan wicara atau karakteristik tarian tersebut.
“Contohnya tarian panji semirang bagaimana Ngunda Bayunya. Beda lagi dengan Tari Truna Jaya. Itu yang tidak dipahami oleh penari-penari muda. Kadang kita lihat tari wiranata dan truna jaya diberikan tenaga yang sama. Sehingga tariannya terlihat jadi sama, yang sebetulnya harus berbeda,” kata dia.
Sebelum mengenal konsep Ngunda Bayu ini, seorang penari terlebih dahulu mengetahui sikap dasar tubuh dan prinsip keindahan tari Bali.
Secara singkat, sikap dasar untuk tubuh (adeg-adeg) tari Bali, diantaranya berupa badan dalam posisi tegak (jegjeg), perut dikempiskan atau ditarik ke dalam (basang lengkek), jari dan atau kaki ditekuk serta dengan pandangan tertuju pada suatu titik.
“Sikap dasar ini akan mengubah posisi tubuh keseharian dengan posisi tubuh untuk menari,” paparnya.
Selain itu, tari Bali juga memiliki jalinan gerak yang diikat oleh prinsip tri angga yakni tiga bagian utama dalam tubuh yang terdiri dari bagian bawah-kaki (nistha angga), bagian tengah-badan (madya angga) serta bagian atas-kepala (utama angga).
Baca: Kisah Jerry Yen Tao Ming Tse Ditinggal Mantan Nikah Setelah 17 Tahun Putus Nyambung
Baca: Kisah Pasangan Teddy & Yana Keliling 28 Negara Pakai Mobil, Ubah Toyota Fortuner Bak Rumah Pribadi
“Sumber gerak tari Bali ada di bagian tengah didukung oleh bagian bawah dan diakhir oleh gerak pada bagian atas,” tuturnya.
Dia menilai, workshop ini sangat penting untuk diketahui oleh guru tari dan sanggar agar tahu bagaimana mengatur tenaga pada setiap tari yang berbeda.
Ia mengibaratkan seperti voltase.
“Seperti voltase, balon ukuran segini harusnya voltase besar apa voltase kecil? Sebab tidak perlu balon kecil diberikan voltase besar, bisa meledak itu. Kalau tari pendet diberikan tenaga besar, kelembutan tari itu akan hilang. Kalau tari truna jaya diberikan tenaga yang kecil, ya ‘jaya’nya tidak ada lagi,” bebernya.
Terkait menari menggunakan tapel (topeng), seorang penari harus benar-benar mempelajari karakter tapel.
Penari harus banyak melihat topeng dan membaca ekspresi gerak topeng, sehingga penari mempunyai suatu gambaran.