Legong Klasik Saba Tampil di PKB 2019, Sanggar Seni Saba Sari Terus Upayakan Pelestarian
Kesenian Legong Klasik Saba ini dibawakan oleh para seniman Sanggar Seni Saba Sari, Desa Saba
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Tari Legong Raja Cina yang menjadi garapan pamungkas memiliki gerakan dan pakem yang kuat dengan tabuh yang dinamis.
Meski durasi tarian ini cukup lama, namun kedinamisannya membuat para penonton betah duduk berlama-lama menikmati suguhan kesenian klasik ini.
Sentral Legong Klasik yang terdapat dalam beberapa daerah di Bali tentunya memiliki ciri khasnya tersendiri, begitupula dengan daerah Saba, Gianyar.
Baca: Oppo Siapkan Inovasi Pesan Teks, Suara, hingga Telepon Tanpa Pulsa, Paket Data, WiFi, dan Bluetooth
Baca: Menginap di Rumah Sahabatnya, Sukariani Curi Perhiasan 11 Gram Milik Desiari
“Angsel-angsel (nuansa pola gerak) Saba-nya itu yang khas, tidak dimiliki oleh daerah lain seperti ada gerakan khusus yang membedakan Saba dengan yang lain,” ujar I Wayan Dibia yang dikenal sebagai sosok pengamat sekaligus maestro tari.
Dibia masih bersyukur, sebab keberlangsungan Legong Saba masih hidup.
“Bali itu kan ada beberapa sentral Legong, di Gianyar sendiri kan ada dua, Peliatan sama Saba, di Badung itu Kuta, dan Denpasar itu ada di Binoh juga Bengkel,” jelas I Wayan Dibia.
Pada daerah lain, Dibia melihat kesenian Legong Klasik mengalami naik turun sehingga sebuah ruang layaknya PKB membuat palegongan klasik tetap hidup dan lestari.
“Produknya ada, marketnya juga ada,” tutur Dibia memberi perumpamaan dimana Legong Klasik sebagai sebuah produk, dan ruang-ruang pentas seni adalah marketnya agar kesenian Legong Saba dan Legong-legong lainnya tetap hidup.
Kedepannya, baik Dibia maupun Gung Aji mengutarakan bahwa ruang-ruang untuk menampilkan kesenian Legong ini harus terus dibentuk, agar tak mandeg di PKB semata.(*)