Dampak Semburan Belerang Danau Batur 8.000 Bangkai Ikan Mengambang, Ketut Wania Merugi Rp 70 Juta
Semburan belerang di kawasan Danau Batur mulai menimbulkan dampak. Sementara diperkirakan 8.000 bangkai ikan milik peternak yang dipelihara di Keramba
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Semburan belerang di kawasan Danau Batur mulai menimbulkan dampak.
Sementara diperkirakan 8.000 bangkai ikan milik peternak yang dipelihara di Keramba Jaring apung (KJA), telah mati.
Bangkai-bangkainya mengambang di permukaan air.
Peternak ikan di Banjar Seked, Desa Batur, Kintamani, I Ketut Wania mengungkapkan, kematian ikan ia ketahui kemarin.
Dari total 34 lubang KJA, dua lubang di antaranya penuh oleh bangkai ikan. Dua lubang tersebut berisi penampungan ikan yang siap panen.
“Dua KJA ini memang dipersiapkan untuk masa panen sehingga dalam sebulan terakhir terus dipacu dalam pemberian pakan. Namun karena ada kesibukan beberapa hari terakhir, ternyata duluan mati akibat belerang ini,” ucapnya Wania, Senin (15/7).
Satu lubang KJA diperkirakan berisi 4.000 hingga 5.000 ikan nila. Rata-rata ikan pada dua KJA tersebut berusia tujuh hingga delapan bulan dan memiliki berat tiga hingga empat kilogram.
Dengan demikian total ikan yang mati mencapai 2,5 ton. Sementara yang masih bertahan hidup hanya ikan kecil berusia di bawah tiga bulan.
“Berdasarkan perilakunya ikan kecil ini lebih sering berada di permukaan sehingga mereka aman dari belerang. Sementara ikan yang besar, cenderung lebih sering berada di bawah, serta memerlukan oksigen yang lebih banyak. Ikan yang kini terlihat mati dan mengambang ini belum merupakan jumlah seluruhnya. Karena sebelum empat jam pasca kematian ikan akan tenggelam,” ucapnya.
Wania tidak memungkiri fenomena semburan belerang ini merupakan siklus tahunan.
Meski demikian, KJA di wilayah Banjar Seked cenderung lebih aman dari dampak semburan belerang pada tahun-tahun sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, sejak setahun belakangan dampak belerang baru diketahui merebak, hingga wilayah Seked.
Kata Wania, jangka waktu semburan belerang berlangsung selama satu hingga dua pekan, yakni pada bulan Juli hingga awal September.
Namun dampak paling parah hanya dua hingga tiga hari. Semburan belerang ini juga dikatakan dia, bergantung pada arah embusan angin.
“Kalau embusannya dari arah timur, wilayah KJA ini aman. Sebaliknya jika embusan angin dari arah selatan, maka kembali terdampak. Jadi meskipun semburan belerang berlangsung hingga beberapa bulan, titik semburan tidak selalu sama,” jelasnya.
Atas kejadian ini, kerugian yang dialami Wania ditaksir mencapai Rp 70 juta. Sebab saat ini harga ikan sedang bagus yakni di angka Rp 28 ribu per kilogramnya. Jumlah kerugian ini belum termasuk ongkos pakan maupun tenaga.
Mengenai tindak lanjut, pihaknya mengatakan tidak akan memberi makan ikannya serta tidak mendekati KJA hingga dua pekan ke depan.
Meracuni
Koordinator Penyuluh Perikanan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (Dinas PKP) Bangli, Sang Putu Dirga menjelaskan, ketika diduga ikan terdampak belerang, biasanya perilaku ikan menjadi lebih tenang.
Sebab itu peternak ikan diharapkan tidak mendekati KJA, sebab berpotensi membuat ikan lebih sering bergerak.
“Belerang itu kan meracuni. Saat ikan bergerak, belerang akan masuk melalui pori-pori tubuhnya, sehingga lebih cepat meracuni ikan. Selain itu, pergerakan ikan juga membutuhkan lebih banyak oksigen," ujarnya.
"Jadi upaya ini untuk meminimalisir rancun yang telah masuk didalam tubuh ikan, dengan memberikan kesempatan menghirup udara di permukaan. Beberapa ekor ikan yang sebelumnya sudah kena sedikit racun juga bisa kembali pulih, setelah kandungan belerang hilang akibat embusan angin, maupun gelombang,” sambung dia.
Penelitian di Kedalaman 10 Meter
Pemkab Bangli memeriksa kondisi Danau Batur serta uji sampel kandungan air.
Kepala Bidang Perikanan Dinas PKP, I Nyoman Widiada mengatakan, penelitian dilakukan pada tiga titik, yakni wilayah Kedisan, Buahan, dan Seked pada kedalaman 10 meter. Dari penelitian yang dilakukan hanya wilayah KJA Seked, ternyata kandungan sulfur khususnya di dua KJA Seked sangat tinggi, yakni 155 ppm, dari angka normal 80 ppm.
“Selain itu kandungan fosfor juga tinggi, sedangkan oksigen sangat rendah. Untuk fenomena tahunan ini, tiap tahun kami telah mengimbau masing-masing kepala desa, maupun kelompok pembudidaya ikan. Imbauan tersebut kami kirimkan via surat setiap memasuki bulan kelima agar waspada serta mengantisipasi saat memasuki bulan Juli hingga September. Caranya, mempercepat panen ikan serta menghindari penebaran pakan,” tandasnya. (mer)