Gedung Baru Rp 21 Miliar, RSJ Bali Bikin Tempat Rehabilitasi Pengguna Narkoba

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali (RSJP Bali) Bangli tengah membangun satu gedung baru

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
GEDUNG BARU - Para pekerja saat membangun gedung baru RSJP Bali di Bangli, Selasa (23/7/2019). Gedung Baru Rp 21 Miliar, RSJ Bali Bikin Tempat Rehabilitasi Pengguna Narkoba 

“Tempat rehab sesuai standar BNN ini, belum ada di Bali. Tempat seperti ini hanya ada di Bogor, Makassar dan Batam. Nantinya gedung baru ini akan memiliki tempat aktivitas bagi pasien rehab, untuk melakukan kegiatan-kegiatan terstruktur, sesuai standar yang kami miliki. Tujuannya untuk menunjang kegiatan rehabilitasi pasien,” ucapnya.

Dijelaskan pula, 60 bed yang tersedia pada gedung baru nantinya dibagi sesuai tingkat kebutuhannya. Berdasarkan data yang dimiliki, pasien rehabilitasi narkotika kebanyakan merupakan dewasa, dengan jenis kelamin laki-laki.

Satreskrim Masih Tunggu Hasil Labfor, Pastikan Penyebab Keracunan Massal di Mendoyo Jembrana

Cegah Kebocoran Retribusi, Bupati Klungkung Pantau Aplikasi e-Ticketing

Selain sebagai sarana penunjang rehabilitasi narkotika, pembangunan gedung senilai Rp 21 miliar itu juga digunakan untuk gedung lansia. Yang mana, standar pembangunan gedung perawatan lansia atau geriatri sesuai Permenkes 79 tahun 2014.

“Geriatri ini untuk merawat pasien-pasien lanjut usia dengan gangguan mental. Misalnya gejala pikun (demensia) dengan penyakit fisik yang lain. Dulu kan tempatnya ruang Sadewa, dan hanya berupa blok rawat inap saja. Kalau sekarang fasilitasnya lebih dilengkapi beragam fasilitas. Seperti tempat ngobrol sesama pasien, hingga tempat konseling,” tandasnya. 

Rehabilitasi Mandiri Meningkat

Direktur RSJP Bali, Dewa Gde Basudewa, mengatakan, terhitung sejak tahun 2015 hingga 2019, ada perubahan terhadap masyarakat yang melakukan rehabilitasi narkotika secara mandiri.

Jumlahnya pun diakui bertambah, jika dibandingkan dengan rehabilitasi rujukan atas putusan pengadilan.

“Kalau dulu pada tahun 2015-2016 paling banyak rujukan berdasarkan putusan pengadilan. Namun sekarang sudah mulai berkurang. Justru yang lebih banyak pasien mandiri. Perbandingannya, jika dulu 4:1 dimana 4 merupakan kiriman dan 1 mandiri, sekarang terbalik menjadi 1:4. Artinya kesadaran dan keberanian dari penduduk untuk melakukan rehabilitasi mandiri sudah mulai tumbuh,” ungkapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved