Kronologi 2 Warga Bali Tewas Tenggelam di Jepang, Jasad Wayan Ada & Ariana Muncul Setelah 90 Menit
Kabar duka datang dari Jepang. Dua warga Bali, Wayan Ada (21) dan Wayan Ariana (20), dilaporkan meninggal dunia setelah tenggelam terbawa arus
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Kabar duka datang dari Jepang. Dua warga Bali, Wayan Ada (21) dan Wayan Ariana (20), dilaporkan meninggal dunia setelah tenggelam terbawa arus Sungai Warashina Perfektur Shizuoka, Minggu (4/8) waktu setempat.
"Seseorang kemarin melapor kepada polisi ada dua lelaki meloncat dari batu ketinggian, namun tak muncul lagi di sungai tersebut," ungkap sumber kepolisian kepada koresponden Tribunnews.com (Grup Tribun Bali), Richard Susilo, di Tokyo, Jepang, Senin (5/8).
Sekitar satu setengah jam kemudian dua jasad kedua pria tersebut muncul ke permukaan sungai dan langsung dievakuasi masyarakat setempat serta pihak kepolisian yang berdatangan.
• Orangtua Wayan Ada Mimpi Didatangi 2 Ambulans Sebelum Anaknya Tewas di Sungai Warashina Jepang
• Wayan Ada dan Ariana Tewas Tenggelam di Sungai Warashina, Ini Pekerjaan Almarhum di Jepang
• Dengar Kabar Wayan Ada & Arsana Tewas di Jepang, Orangtuanya di Bali Langsung Menangis dan Syok
Keduanya dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit karena tenggelam.
Keduanya dilaporkan sedang bermain bersama temannya di sungai itu.
Namun pihak kepolisian Jepang masih terus mengusut penyebab kematian Wayan Ada dan Wayan Ariana tersebut.
Dari penelusuran Tribun Bali, kemarin, kedua korban diketahui berasal dari Desa Pempatan, Rendang, Kabupaten Karangasem.
Wayan Ada merupakan warga Banjar Pempatan dan Wayan Ariana dari Banjar Waringin. Diduga, keduanya tengah mengikuti magang di Jepang.
Dilaporkan, kejadian berlangsung sekitar pukul 14.20, Minggu (4/8), di sungai yang berada dekat Kota Iwaba.
Mereka bermain di sungai itu bersama 10 teman lainnya yang juga melakukan barbeque.
Seorang penduduk setempat, Kitagawa (63), mengungkapkan sungai tersebut cukup dalam sekitar 3 meter dan cukup membahayakan.
"Oleh karena itu sekolah dasar di dekat lokasi tersebut melarang para muridnya berenang di lokasi bahaya tersebut karena sudah pernah ada korban sebelumnya," terangnya.
"Saat kejadian kemarin ada sekitar 50 orang mengunjungi sungai tersebut bermain-main di sana," tambah Kitagawa.
• Jadi Buruh Bangunan di Jepang, Wayan Ada Digaji Rp 15 juta Per Bulan & Kirim Uang Untuk Beli Truk
Disnaker Belum Tahu
Saat dikonfirmasi terkait kasus ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Bali, Ida Bagus Ngurah Arda, mengaku belum mengetahui kabar meninggalnya dua pemuda asal Bali di Jepang.
Bahkan ketika Tribun Bali menemuinya di Gedung DPRD Bali, kawasan Renon, Denpasar, Senin (5/8), Arda mengucapkan terima kasih karena diberikan informasi.
Dirinya pun pada saat tersebut langsung menghubungi beberapa bawahannya untuk melakukan pengecekan.
Disnaker mencari data kedua korban, sekaligus mengecek apakah sebagai tenaga kerja atau tenaga magang.
"Saya telepon beberapa staf saya untuk mengecek dan melakukan konfirmasi ke BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) dan pelatihan kerja," katanya.
Tidak Terdata
Sementara itu, Tribun Bali mengecek ke Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar, kedua nama korban pun tak tercatat di BP3TKI Denpasar.
"Dua orang WNI yang dikabarkan meninggal di Jepang itu tidak ada datanya di kita," kata Kepala BP3TKI Denpasar Soleh Hidayat saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (5/8).
Dijelaskan, penempatan kerja di Jepang selama ini biasanya menggunakan sistem G to G.
Program G to G tersebut merupakan penempatan tenaga kerja yang ditempatkan oleh pemerintah Indonesia bekerjasama dengan pemerintah Jepang.
Untuk mengikuti program ini setiap pelamar harus mengikuti serangkaian tes yang sudah disiapkan oleh BP3TKI.
"Jadi tidak sembarang orang menempatkan, jadi dengan program G to G memang programnya itu program pemerintah," jelas Hidayat.
Sampai saat ini program G to G antara pemerintah Indonesia dengan Jepang hanya dikhususkan untuk keperawatan.
Dengan tidak adanya data dua pemuda Bali tersebut, pihak BP3TKI Denpasar masih harus menunggu informasi dari KBRI Jepang mengenai data kedua korban.
Selain itu, pihaknya juga mengaku menerima informasi dari petugas Disnaker ESDM Bali bahwa informasi mengenai ini sudah disebar ke seluruh dinas tenaga kerja di Bali.
Biasanya, kata Hidayat, dinas tenaga kerja akan lebih mudah melakukan pengecekkan jika korban tersebut merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tidak ilegal.
Namun jika itu TKI ilegal maka sulit untuk diketahui karena tidak tercatat di dinas tenaga kerja dan BP3TKI.
"Sehingga kami hanya menunggu sekarang seperti apa sih hasilnya. Nanti kalau itu betul kan nanti ada informasi juga merapat ke kita atau ke dinas tenaga kerja," tuturnya.
Menurutnya, informasi mengenai keberadaan korban ini masih sangat sulit untuk diakses karena tidak diketahui identitasnya seperti nomor paspor dan sebagainya.
Saat ini informasi yang didapatkan hanya sebatas nama korban semata, dan menurutnya keberadaan nama di Bali banyak yang sama sehingga juga menyulitkan.
"Jadi kalau sudah jelas nomor paspornya berapa, itu baru bisa ketahuan," jelasnya.
Jika seandainya WNI yang meninggal tersebut merupakan tenaga yang legal, pihaknya biasanya bisa membantu pemulangan jenazah sampai ke tempat daerahnya berasal.
Hidayat juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak bekerja ke kuar negeri secara ilegal.
Hal itu bisa saja menyulitkan jika terjadi sesuatu di kemudian hari karena tenaga kerja ilegal tidak tercatat di dinas tenaga kerja maupun BP3TKI. (*)