Pemprov Bali Beri Bantuan Hukum Masyarakat Miskin, Dewan Usulkan Rp 5 Juta per Kasus
Raperda Bantuan Hukum ini digagas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali guna membantu masyarakat miskin yang mempunyai kasus hukum.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - DPRD Provinsi Bali bersama eksekutif melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
Ketua Komisi I DPRD Bali sekaligus Ketua Pansus Ranperda Penyelenggaraan Bantuan Hukum, I Nyoman Adnyana mengatakan rapat dilaksanakan dengan agenda sinkronisasi dan finalisasi pasal-pasal Raperda sesuai hasil konsultasi dan kunjungan kerja ke Kementerian Dalam Negeri.
Dikatakannya beberapa poin sudah disepakati untuk dilakukan finalisasi.
Raperda Bantuan Hukum ini digagas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali guna membantu masyarakat miskin yang mempunyai kasus hukum.
Selanjutnya, jika ada masyarakat miskin di Bali yang mempunyai masalah hukum bisa meminta bantuan ke Pemprov Bali.
• Tanda-Tanda Tubuh Butuh Liburan, Sering Lupa Hingga Nggak Nyambung
• Sensus Penduduk Tahun 2020 Gunakan Metode Online dan Verifikasi Lapangan
Setiap perkara yang ada biayanya akan ditanggung langsung oleh Pemprov Bali sehingga masyarakat miskin tidak perlu mengeluarkan uang.
Nanti akan didata berapa jumlah orang miskin di Bali, sehingga jelas siapa saja yang berhak mendapatkan layanan bantuan hukum tersebut.
DPRD Bali melalui komisi I mengusulkan per kasus hukum dianggarkan Rp 5 juta.
“Kita mengusulkan nominalnya Rp 5 juta per kasus,” kata Adnyana usai rapat di Ruang Banmus Kantor DPRD Bali, Selasa (12/11/2019).
Adapun jenis-jenis kasus yang dapat dimohonkan bantuan hukum terdiri dari kasus pidana, perdata, tata usaha negara dan termasuk sengketa adat. Kalau murni masalah adat akan diselesaikan oleh Majelis Desa Adat.
Sedangkan jika kasus masyarakat adat tersebut masuk ke pengadilan baru bisa diberi bantuan hukum oleh Pemprov.
• Stadion Gelora Bung Tomo Rusak, Ini Jumlah Ganti Rugi yang Harus Dibayar Persebaya
• Empat Pemain Penting Bali United Terbang ke Surabaya Siang ini, Siap Hadapi PSIS Semarang
Namun terdapat dua kasus hukum yang dikecualikan untuk diberi bantuan hukum, yaitu kasus korupsi dan narkoba karena kedua kasus tersebut telah menjadi musuh bersama Bangsa Indonesia.
“Itu wujud kepedulian kita dengan kondisi Indonesia, artinya DPRD Bali mempunyai komitmen kuat bahwa pemberantasan narkoba dan korupsi harus terus dilakukan dengan cara menuangkan dalam norma Perda, sehingga semakin lama narkoba dan korupsi bisa habis, yang menjadi penyakit Bangsa Indonesia,” ujarnya.
Secara teknis, kata dia, bantuan hukum ini akan diatur dalam sebuah Peraturan Gubernur (Pergub).
Nanti masyarakat yang membutuhkan bisa memohon bantuan hukum ke Gubernur.
Kemudian Gubernur bekerjasama dengan pihak ketiga yakni Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Perguruan Tinggi yang mempunyai bantuan hukum terakreditasi untuk memberikan bantuan hukum.
Syarat-syarat penerima bantuan hukum dari Pemprov Bali adalah pertama tergolong masyarakat miskin, dan kedua, harus warga Bali yang ber KTP Bali.
Pada kesempatan yang sama Anggota Komisi I DPRD Bali I Made Rai Warsa, mengatakan untuk mendapat data terkait orang miskin di Bali perlu meminta data ke Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Sosial agar penerima bantuan hukum tempat sasaran.
Pihaknya berharap Perda baru yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi semua orang, khususnya masyarakat yang mencari keadilan.
• Situs SSCASN Untuk Pendaftaran CPNS 2019 Terasa Lambat? Ini yang Terjadi
• Ini Dokumen yang Harus Dilengkapi untuk Pendaftaran CPNS Kota Denpasar serta Tata Caranya
Ia juga menekankan kriteria penerima bantuan ini harus jelas karena kadang-kadang data di bawah bisa dikaburkan.
Selanjutnya, mengenai alokasi dana untuk pemberian bantuan hukum ini perlu disebut angkanya per kasus berapa jumlahnya.
“Mungkin dana puluhan juta tidak berarti kalau masyarakat umum mencari keadilan. Jangan sampai ada penafsiran Pemprov menganggarkan dana yang cukup banyak (untuk memberi bantuan hukum), untuk itu perlu dicantumkan maksimal dana per kasus yang dibutuhkan berapa, dan penanganan kasus maksimal per tahun berapa,” tutur Rai Warsa.
Dari hasil kunjungan kerja ke Jawa Tengah, juga diketahui bahwa Pemprov Jateng tidak menangani kasus narkoba.
“Supaya tidak ada pemikiran kita pakai narkoba saja toh nanti Pemda yang menangani. Supaya tidak ada kesan seperti itu,” imbuhnya.
Sebelumnya, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah.
Kunjungan ke DPRD Provinsi Jawa Tengah ini berkaitan dengan tugas Komisi I yang mendapatkan mandat untuk menyelesaikan Raperda tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
Raperda ini diajukan secara resmi ke DPRD oleh Gubernur Bali Wayan Koster pada 30 Oktober 2019 lalu.
Saat kunjungan kerja tersebut, diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah sudah memiliki regulasi bantuan hukum tersebut yang diatur dalam Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin.
• Upaya Mewujudkan Energi Bersih, Pemprov Bali Bakal Kembangkan Bangunan Hijau
• Kecintaan Pada Kain Endek, Antarkan Lady Athalia Jadi Duta Endek Kota Denpasar 2019
Dari Perda yang sudah berjalan selama lima tahun di Provinsi Jawa Tengah itu, Adnyana mengaku mengambilnya dari berbagai sisi, terutama terkait dengan penerapan dan dukungan anggarannya.
Selama kurun waktu lima tahun, Pemprov Jawa Tengah rata-rata sudah menangani sebanyak 180 kasus per tahun dengan anggaran Rp 2,5 Juta setiap kasusnya.
Diantara kasus-kasus tersebut, Adnyana menemukan bahwa perkara yang paling banyak ditangani di Jawa Tengah ialah kasus perkawinan atau perceraian
"Jadi di 35 Kabupaten di Jawa tengah itu paling banyak (kasus) perceraian," kata politisi PDIP itu. (*)