Ada Aliran Dana Rp 10 Miliar dari Sudikerta ke Tri Nugraha, Akui Pinjaman Tapi Tak Ada Jaminan
Ada Aliran Dana Rp 10 Miliar dari Sudikerta ke Tri Nugraha, Akui Pinjaman Tapi Tak Ada Jaminan
Penulis: Putu Candra | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Setelah dua kali dilakukan pemanggilan, akhirnya mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung, Tri Nugraha bisa dihadirkan di persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (15/11/2019).
Selain menghadirkan Tri Nugraha sebagai saksi, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan Herry Budiman, Harmanto Darmali dan Notaris Triska Damayanti.
Para saksi tersebut diperiksa keterangannya dalam kasus tindak pidana pencucian uang, penipuan atau penggelapan dan pemalsuan senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa, I Ketut Sudikerta (51), Anak Agung Ngurah Agung (68) dan I Wayan Wakil (51).
• Posisi Sudikerta Kian Tersudut, Pengempon Pura Ungkap Fakta ini di Persidangan
Dalam keterangan di persidangan, Tri Nugraha menyatakan sehari setelah menjabat sebagai Kepala BPN Badung dirinya mengaku menandatangani sertifikat SHM No.5048 lokasi di Balangan.
Namun pria yang kini menjabat sebagai Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementrian lATR/BPN Pusat berdalih itu adalah pergantian sertifikat.
"Saya menjabat kepala BPN Badung Mei 2011 sampai Februari 2013. Waktu itu, iya saya yang menandatangani. Itu pergantian sertifikat," terangnya menjawab pertanyaan tim jaksa yang dikoordinir Jaksa I Ketut Sujaya.
• Saksi dari BCA Benarkan Sudikerta Buka Rekening, Hakim Minta Eks Kepala BPN Badung Ini Dihadirkan
Terkait proses jual beli tanah antar terdakwa Sudikerta dan Bos PT Maspion, Alim Markus, ia mengakui sempat diminta mendampingi oleh Sudikerta.
"Saya diminta oleh Sudikerta mendampingi. Saya dekat dengan beliau (Sudikerta). Saya dari Jakarta terbang ke Surabaya, lalu kami ke Maspion. Di sana saya ngobrol dengan karyawan. Sedangkan Pak Sudikerta dengan Pak Alim Markus masuk ke ruangan. Tapi saya bertemu dengan Pak Alim Markus," jelasnya.
Namun kata Tri Nugraha, proses transaksi batal, karena saat dicek di website oleh Alim Markus sertifikat tersebut sedang bermasalah.
• Diminta Buka Rekening dan Transfer ke Sejumlah Orang, Ipar Sudikerta Ungkap Aliran Uang Rp 85 M
Setelah itu dirinya pun pindah tugas ke Palembang.
Saat di Palembang itu lah, Sudikerta menelponnya dan mengatakan jika tanah tersebut telah laku dijual ke Alim Markus.
"Sudikerta menelpon saya kalau tanah itu sudah dijual, yang beli PT Maspion," ucapnya.
• Terungkap, Sudikerta Jual Tanah Jelang Pilgub Bali, Gunawan Sebut Sudikerta Minta Dicarikan Uang
Kemudian Jaksa Martinus mengejar Tri Nugraha terkait adanya aliran Rp 10 miliar yang diberikan oleh Sudikerta.
Tri Nugraha mengakui menerima uang sejumlah itu, akan tetapi uang tersebut adalah pinjaman, bukan fee jual beli tanah.
"Saya tidak diberikan fee. Saya pinjam. Saya dikasi pinjaman Rp 10 miliar dalam bentuk cek. Dua cek, itu akhir 2013," dalihnya.
"Penegasan lagi itu pinjaman apa fee," kejar Jaksa Martinus.
"Pinjaman," jawab Tri Nugraha.
Tri Nugraha pun mengatakan, jika uang Rp 10 miliar itu telah dikembalikan.
Tapi tidak langsung dikembalikan ke Sudikerta, melainkan ke staf BPN Badung atas nama Haji Didik.
"Sudah saya kembalikan semuanya 2018 dalam dua tahap. Saya kembalikan lewat Haji Didik, staf di BPN. Bukti penerimaan pengembalian berupa kwintansi," tuturnya.
"Yakin uang itu sudah sampai ke Sudikerta," tanya Jaksa Martinus.
"Saya yakin sudah diterima Sudikerta," jawab Tri Nugraha.
Terkait keterangan Tri Nugraha yang mengatakan uang Rp 10 miliar adalah pinjaman kembali didalami oleh tim jaksa.
"Waktu diperiksa di penyidik kepolisian dan tertera di BAP saksi bilang ke Sudikerta, tidak ada fee buat saya," tanya Jaksa Eddy Arta.
"Iya saya bilang itu. Tapi setelah ketemu saya meminjam uang," dalih Tri Nugraha.
Mengenai adanya dua sertifikat, Tri Nugraha mengaku tidak tahu menahu.
"Sertifikat yang asli, yang saya tandatangani. Klo ada dua sertifikat tidak mungkin," kelitnya.
Tidak puas, kemudian majelis hakim mencecar Tri Nugraha.
"Di BAP saksi menerangkan dalam pertemuan, meyakinkan Alim Markus tanah di Balangan tidak bermasalah," tanya Hakim Ketua Esthar Oktavi.
"Iya betul," Jawab Tri Nugraha.
"Sertifikat asli kan ada notaris Bu Sujarni. Nah sertifikat yang ditunjukan ke Alim Markus berarti palsu. Jadi ada dua sertifikatnya," kejar Hakim Esthar Oktavi.
Mendengar hal itu, Tri Nugraha hanya diam.
Mengenai pinjaman Rp 10 miliar, Hakim Anggota, Heriyanti kembali menanyakan.
Tri Nugraha mengatakan uang itu digunakan untuk membeli kebun.
"Uang pinjaman itu ditansfer lewat rekening istri saya. Uang itu saya gunakan beli kebun di Lubuk Linggau dan Lombok," terangnya.
Kemudian kebun itu dijual dan uangnya dipakai untuk mengembalikan pinjaman.
"Jaminan pinjaman uang Rp 10 miliar itu apa," tanya Hakim Heriyanti.
"Tadinya uang itu bukan untuk saya. Itu uang ke Pak Andre," jelasnya.
Tak puas, Hakim Heriyanti tak yakin dengan keterangan Tri Nugraha dipinjamkan uang Rp 10 miliar.
"Tanpa prestasi apapun, tanpa jaminan kok bisa anda dapat pinjaman dari Sudikerta. Anda yang meminjam atau ditawarkan," tanyanya.
"Sudikerta yang lebih dulu menawarkan, saat saya ditelpon. Dia bilang, tanah sudah laku. Saya bilang kalau ada fee atau pinjaman saya ke sana," ungkap Tri Nugraha.
"Mana ada orang yang menawarkan pinjaman 10 miliar tanpa jaminan. Enak sekali ya ditawarin pinjaman tanpa jaminan," sindir Hakim Heriyanti yang disambut tawa pengunjung sidang.
Sementara Herry Budiman yang lebih dulu memberikan keterangan menjelaskan, bahwa dirinya pernah ditawarkan tanah seluas 3300 are di Balangan atas nama I Wayan Suandi.
"Iya pernah ditawari oleh Dony (Gunawan Priambodo) sebelum tanggal 13 mei 2013
Saya sudah kenal dengan Gunawan Priambodo. Saya ditelpon dan saya ke Bali. Waktu itu saya diajak ke lokasi oleh Pak Dony (Gunawan Priambodo)," terangnya.
Setelah proses akhirnya disepakati harga jual Rp 16 miliar.
Kemudian perikatan jual beli dilakukan di notaris Triska Damayanti sekitar tanggal 13 mei 2013.
Namun proses jual beli batal dan telah dibuatkan akta pembatalan.
"Lalu kami pindah melakukan perikatan jual beli ke notaris Agus Putra Prasetya. Akta tanah balik nama atas nama saya," terang Herry Budiman.
Selanjutnya tahun 2018 Herry mengaku dihubungi oleh I Wayan Suandi untuk membeli kembali tanah tersebut.
"Mau dibeli kembali oleh Pak Suandi Rp 18 miliar. Tanggal 30 april 2018. Kami jual kembali karena kondisi lagi sepi. Tawar menawar dengan gunawan priambodo. Kami melakukan perikatan jual beli di notaris Edy Nyoman. Yang hadir Gunawan Priambodo, Wayan Suandi dan Pak Sudikerta," tuturnya.
Ketika ditanya Hakim Ketua Esthar bahwa tanah yang dibelinya dilakukan transaksi ke pihak lain.
Herry mengaku tidak tahu sama sekali.
"Saya tidak tau kalau tanah itu ditransaksi lagi," jawabnya.
"Sebagai saksi anda jangan takut. Ada nggak dari PT Maspion yang menghubungi," tanya lagi Hakim Esthar. "Tidak ada," jawab Herry.
Sementara dari Notaris Triska Damayanti tidak banyak dikorek keterangannya.
Dia membenarkan adanya traksaksi jual beli, meski akhirnya batal.
Mengenai adanya aliran dana, dibenarkan Notaris Triska.
"Gus Herry transfer ke saya Rp 14 miliar. Tidak tahu peruntukan untuk apa, karena tidak ada pemberitahuan. Uang itu saya kembalikan ke Gus Herry," ungkapnya.
Dirinya pun mengaku pernah dihubungi Sudikerta mengenai adanya jual beli.
"Saya ditelpon oleh Sudikerta dan mengatakan akan bertransaksi di saya. Tapi yang datang bertransaksi ke saya Gunawan Priambodo," cetus Triska.
Menanggapi kesaksian Tri Nugraha, terdakwa Sudikerta membenarkan adanya pemberian pinjaman Rp 10 miliar.
Sementara keterangan lainnya, mantan Gubernur Bali ini akan menaggapi dalam pledoinya (pembelaan).
Hal yang sama juga disampaikan dua terdakwa lainnya. CAN