Jadi Desa Terbersih di Dunia, Begini Keunikan Desa Adat Penglipuran
Arsitektur bagunan dan pengolahan lahan yang mengusung konsep filosofi masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana.
Penulis: Noviana Windri | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Desa Adat Penglipuran resmi menjadi desa wisata sejak tahun 1993 silam.
Dan mendapat penghargaan Kalpataru dan predikat desa terbersih di dunia bersama dengan Belanda dan India pada tahun 2016 silam.
Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu penduduk asli Desa Adat Penglipuran, Ni Komang Neni Rusmini mengatakan mendapat predikat desa terbersih di dunia merupakan tanggung jawab yang besar.
“Bersyukur ya karena mendapat predikat tersebut. Namun, kalau dari segi pariwisata itu merupakan tanggung jawab yang besar ya bagi masyarakat. Karena kalau desa kotor sedikit akan membuat citra buruk,” ungkapnya saat ditemui di Desa Adat Penglipuran, Sabtu (16/11/2019).
Desa Penglipuran memang masih sangat menjaga kekentalan tradisi dan budayanya.
Arsitektur bagunan dan pengolahan lahan yang mengusung konsep filosofi masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana.
• Mengenal Desa Adat Penglipuran, Sejarah, Ritual Tradisional dan Konsep Filosofi Masyarakat Bali
• Rumahnya Sering Dikunjungi Wisatawan, Komang Neni Rusmini Senang Bisa Sharing Tentang Budaya
Rumah-rumah tradisional yang berderet rapi dari ujung utara hingga ujung selatan.
Ketika berkunjung ke desa ini, akan disapa oleh penduduk asli desa yang sangat ramah.
Mereka berdiri di depan pintu masuk rumahnya dan menawarkan kepada wisatawan untuk mampir ke rumahnya meski hanya untuk melihat-lihat atau membeli makanan ringan, hasil kebun, atau yang bahan kerajinan.
Kebersihan yang sangat terjaga dari pintu utama, pekarangan rumah, di dalam rumah, belakang rumah dan di sudut-sudut Desa Adat Penglipuran.
Tak ada satupun sampah yang terlihat di desa ini hingga membuat seseorang yang berkunjung akan malu jika membuang sampah sembarangan.
“Desa kami juga terdapat Karang Memadu yang seandainya penduduk kami ada yang ingin berpoligami nanti diasingkan di tempat tersebut,” tambah Neni Rusmini.
Di desa ini juga terdapat pengolahan sampah menjadi pupuk yaitu ‘Tempat Pengolahan Pupuk Organik Dewi Penglipuran’ yang dikelola setiap bulannya.
Untuk urusan merokok juga tidak bisa sembarangan.
• Dari 4.281 Ton Sampah Per Hari, Hanya 2.061 Ton yang Tertangani; Koster Kembali Keluarkan Pergub
• Sampah Jadi Momok Bagi Pariwisata, PHRI Apresiasi Pergub Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber
Warga atau pengunjung yang ingin merokok harus merokok di tempat khusus bagi perokok.
Aturan kendaraan yang dilarang melintas di jalan utama membuat desa ini menjadi bebas daari polusi udara.
Kendaraan milik warga di desa ini hanya diperbolehkan melintas di jalur khusus yaitu jalur yang berada di halaman belakang rumah. (*)