Minta Keringanan kepada Jaksa dan Hakim, Sudikerta: Saya Menyesal dan Bersalah

Mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, mengaku menyesal dan bersalah dalam perkara yang membelitnya.

Penulis: Putu Candra | Editor: Widyartha Suryawan
tribun bali/ i nyoman mahayasa
Mantan wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, terdakwa Kasus dugaan penipuan menjalani sidang lanjutan di pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (5/12/2019) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, mengaku menyesal dan bersalah dalam perkara yang membelitnya.

Ia juga menyatakan tidak ada niatan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Demikian disampaikan Sudikerta di muka persidangan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (5/12/2019) saat diperiksa sebagai terdakwa perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), penipuan atau penggelapan dan pemalsuan.

Dalam perkara ini, korban yang adalah bos PT Maspion, Alim Markus, merugi Rp 150 miliar.

"Sehubungan dengan ini, korban rugi Rp 150 miliar. Dari lubuk hati terdalam saudara merasa bersalah?" tanya Jaksa Edy Arta Wijaya.

"Saya menyesal dan bersalah telah melakukan transaksi ini. Kalau tahu akhirnya seperti ini saya tidak akan melakukan transaksi tanah ini," ucapnya di hadapan tim jaksa dan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.

Sudikerta pun meminta keringanan kepada tim jaksa yang dikoordinir Jaksa I Ketut Sujaya, serta majelis hakim yang akan memutus perkara ini.

Sudikerta kembali menegaskan sama sekali tidak memiliki niat untuk melakukan tindak pidana tersebut.

"Saya punya istri dan anak tiga. Saya adalah tulang punggung keluarga. Untuk itu saya minta keringanan kepada jaksa dan majelis hakim," pinta mantan Wakil Bupati Badung ini.

Sudikerta kemudian memaparkan sejumlah prestasi selama dirinya menjabat sebagai Wakil Bupati Badung dan Wakil Gubernur Bali. Di antaranya merancang desain Tol Bali Mandara.

"Saya yang mendesain jalan tol tersebut. Dan setelah ketemu JK (Jusuf Kalla) tol itu bisa berdiri," jelasnya.

Hakim Ketua Esthar Oktavi sempat menanyakan upaya pengembalian kerugian yang mencapai Rp 149 miliar lebih kepada Alim Markus.

Sudikerta menyatakan belum pernah mengembalikan uang tersebut.

Namun dirinya mengaku sudah sempat mencari solusi, salah satunya dengan cara menjual aset tanah di Balangan untuk mengganti kerugian.

"Waktu itu sudah sempat ada pembeli. Tapi belum deal, saya keburu ditangkap," jawab mantan Ketua DPD Partai Golkar Bali ini.

Selain itu, Sudikerta mengatakan, dalam perkara ini hanya mengikuti arahan dari tim Maspion yaitu Henry Kaunang dkk.

Bahkan dirinya menyebut dari awal pertemuan semuanya diatur oleh Henry Kaunang.

"Jadi dari awal pertemuan, pembuatan PT, transaksi serta pembatalan-pembatalan semuanya diatur Henry Kaunang. Kami hanya menjalankan saja," ungkapnya.

Politisi Golkar ini juga membantah keterangan dalam dakwaan jaksa.

Salah satunya terkait pertemuan di BPN Badung terkait pembahasan tanah di Pantai Balangan yang akan dibeli PT Maspion.

"Saya memang pernah melakukan pertemuan di BPN tapi bukan membahas tanah puri tersebut. Saya waktu itu membahas aset-aset Pemkab Badung," bantah Sudikerta.

Sudikerta juga membantah terkait pembelian rumah toko (ruko) yang dijadikan kantor pengacara Togar Situmorang di Jalan By Pass Ngurah Rai, Sanur, yang kini disita.

Dirinya mengatakan, jika kantor tersebut dibeli menggunakan uangnya sendiri setelah menjual aset lainnya.

"Tidak benar saya pakai uang dari Maspion untuk beli kantor itu," jawabnya.

Namun tim jaksa tak percaya begitu saja pengakuan Sudikerta.

"Kalau memang Anda bisa membuktikan bukan menggunakan uang hasil tindak pidana ini, kami akan kembalikan," tantang jaksa Edy Arta.

Sementara itu, hakim anggota Heriyanti kembali mempertanyakan penggunaan uang Rp 149 miliar yang diterima PT Pecatu Bangun Gemilang.

Sudikerta menjelaskan uang tersebut digunakan untuk membayar kewajiban-kewajiban yang ada.

Heriyanti lalu menanyakan kapasitas Sudikerta dalam PT Pecatu Bangun Gemilang sehingga bisa membagikan uang tersebut.

"Saya sudah minta izin ke direksi untuk mengambil uang tersebut untuk membayar kewajiban PT dan diizinkan," jawabnya.

Menariknya jelang akhir sidang, tim jaksa dan tim penasihat hukum Sudikerta sempat adu debat terkait surat dari BPN Badung. Dalam surat itu menyatakan jika SHGB 5074/Jimbaran sah.

Atas surat tersebut, tim jaksa menantang tim penasihat hukum Sudikerta untuk mendatangkan Kepala BPN Badung, I Made Daging, yang menandatangani surat tersebut.

"Pembuktian jangan lewat surat. Kalau memang dinyatakan SHGB itu sah, kami minta Kepala BPN Badung dihadirkan untuk memberi keterangan,” tantang jaksa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved