AWK Dilaporkan ke Polda Bali
Panglingsir Puri Klungkung Ungkap Pengakuan AWK Terkait Asal Gelar & Klaim sebagai Raja Majapahit
Panglingsir Puri Klungkung Ida Dalem Semara Putra menegaskan tak ada penerus raja Majapahit, khususnya di Bali.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ady Sucipto
Panglingsir Puri Klungkung Ungkap Pengakuan AWK Terkait Asal Muasal Gelar & Klaim sebagai Raja Majapahit
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Panglingsir Puri Klungkung Ida Dalem Semara Putra menegaskan tak ada penerus raja Majapahit, khususnya di Bali.
Terlebih puri-puri sejebag Bali sejak tahun 2011 lalu, sudah menolak dan tidak mengakui pihak-pihak yang mengklaim sebagai keturunan raja di Majapahit.
Hal itu disampaikan Ida Dalem Semara Putra menanggapi laporan Komponen Rakyat Bali terhadap anggota DPD RI asal Bali, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) ke Polda Bali, Selasa (21/1) pagi.
AWK dilaporkan terkait pelecehan terhadap sulinggih dan pemangku di Bali, serta klaim AWK sebagai raja Majapahit.
• Ngurah Harta Laporkan AWK Soal Dugaan Pelecehan Sulinggih & Raja Majapahit, Ini Jawaban Polda Bali
• Terkait AWK, Polda Bali Baru Terima Laporan Dumas, Suciani: Ya Harus Berproses
• Soal Klaim Keturunan Trah Majapahit, Arya Wedakarna Ungkap sebagai Keturunan Langsung Raja Badung
"Lagi pula tidak semua keturunan raja, bisa menjadi raja kan? Lagi pula Majapahit itu sudah runtuh, dan menurut saya tidak ada lagi keturunan langsung rajanya.
Khususnya di Bali, Kerajaan Gelgel sudah berdiri sendiri dan lepas dari kekuasaan Majapahit sejak masa pemerintahan Dalem Waturenggong," ujar Ida Dalem Semara Putra, Selasa (21/1) sore.
Bagaimana dengan klaim Arya Wedakarna yang mengaku sebagai raja Majapahit?
Terkait itu, Ida Dalem Semara Putra mengaku tak ambil pusing dan tak peduli sepanjang tidak mengusik Puri Klungkung.
"Selama dia (Wedakarna) tidak menyinggung dan mengusik kami, sebenarnya kami tidak ambil pusing dengan klaim sepihak dia.
Selama dia tidak membawa nama-nama kami untuk ikut dengan klaimnya dia sebagai raja, kami juga tidak begitu peduli. Mungkin dia (Wedakarna) ada tujuan politis terkait itu," jelasnya.
Namun ia tidak menampik, jika dirinya merupakan penerus dari keturunan Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan yang menjabat sebagai raja di Bali saat masih mendapat pengaruh dari Majapahit.
Oleh sebab itu juga, ia diakui menjadi panglingisir yang dihormati oleh puri-puri sejebag Bali.
Secara pribadi, Ida Dalem Semara Putra mengaku tidak ada masalah dengan Wedakarna yang mengaku sebagai raja Majapahit.
Bahkan ia menyebut Wedakarna kerap berkunjung ke Puri Agung Klungkung.
"Secara personal hubungan kami baik. Dia (Wedakarna) sangat hormat dengan saya.
• Dua Turis Diduga Lecehkan Tempat Suci, Polsek Ubud Akan Bahas dengan Wedakarna
• Bersama Arya Wedakarna, Peternak Babi Dan Pihak Hotel Nandini Bersalaman, Ini Kesepakatannya
• Gusti Pangeran Dari Keraton Solo Ucapkan Selamat Kepada Arya Wedakarna Lewat Video ‘Speechless’
Tapi saya meminta dia ketika ke sini (Puri Agung Klungkung) tidak memakai gelar-gelarnya yang mengklaim raja Majapahit itu," ungkapnya.
Ida Dalem mengaku pernah bertanya secara pribadi ke Wedakarna, mengapa memakai gelar dan mengklaim sebagai raja Majapahit.
Kepada Ida Dalem, Wedakarna mengaku jika gelar itu merupakan pawisik.
"Katanya ia mendapat gelar itu dari pawisik. Jika tidak diikuti, nanti terjadi kaberebehan (bencana/musibah).
Jika alasannya seperti itu, saya tidak banyak komentar dan ikut campur klaimnya dia lebih jauh. Tapi saya tegaskan ke dia, secara sejarah leluhurnya bukanlah putra mahkota," tutur Ida Dalem.
Ida Dalem Semara Putra pun kembali menegaskan tidak terlalu mempermasalahkan klaim AWK, selama tidak mengusik satu sama lain atau merusak tatanan tradisi yang telah ada.
Terlebih saat ini sistem pemerintahan sudah demokrasi, dan warga negara bebas mengekpresikan dirinya.
"Jika sebatas klaim dan tidak merugikan orang lain tidak masalah.
Tapi jika sudah merusak tatanan adat dan budaya yang ada, demi kepentingan tertentu maka harus ditindak.
Tapi saya ingatkan, jangan sekali-kali mencampurkan kesuksesan akademik dan kesuksesan politisnya ke tatanan tradisi," tegasnya.
Meluruskan Sejarah
Mengenakan pakaian adat Bali, pinisepuh Perguruan Sandi Murti I Gusti Ngurah Harta bersama Ketua Puskor Hindunesia Ida Bagus Susena mendatangi Polda Bali, Selasa (21/1) pagi, untuk melaporkan AWK. Mereka mengatasnamakan Komponen Rakyat Bali.
"Kami ingin melaporkan keleliruan yang dilakukan oleh AWK di Bali. Kami ingin meluruskan sejarah," kata Ngurah Harta sebelum memasuki Ditreskrimsus Polda Bali kepada awak media.
Komponen Rakyat Bali mendatangi Ditreskrimsus Polda Bali dengan membawa sejumlah bukti video dugaan pelecehan sulinggih dan klaim diri raja tersebut.
Menurut Ngurah Harta, statemen-statemen yang disampaikan AWK ke publik bisa merusak generasi muda.
"Misalnya soal sulinggih, terus pengaburan sejarah, mengaku diri raja, ini kan bisa merusak mental generasi muda kita. 20 tahun ke depan generasi muda kita bisa percaya bahwa di Bali ada raja Mahapahit. Padahal itu keliru," jelas pria yang sempat maju menjadi calon DPD RI itu.
Di tengah sistem pendidikan sejarah yang semakin berkurang di tingkat sekolah, menurut Ngurah Harta, generasi muda Bali bisa dengan mudah percaya dan yakin bahwa di Bali ada raja Majapahit.
"Karena pelajaran sekarang di sekolah sejarah kan tidak seperti dulu.
Sehingga anak-anak muda umur 5 tahun tidak paham tentang Majapahit akhirnya membaca apa yang dia klaim di advertorial berita iklan," ungkap Ngurah Harta seraya berharap anak muda Bali cerdas dan tak mudah percaya dengan klaim-klaim yang disampaikan AWK.
Selain itu, kata dia, tindakan AWK perlu dibawa ke ranah hukum karena baginya ini lebih parah dari isu-isu SARA yang berkembang di luar Bali.
"Mengapa sekarang dilaporkan? Ini sebenarnya lebih parah daripada di Jawa.
Karena ini merusak tatanan tradisional Bali. Soal semua, sulinggih dan sebagainya.
Dia ngomong tidak paham agama tapi ngomong agama," tutur Ngurah Harta.
Ngurah Harta juga menyampaikan bahwa sebetulnya AWK bukanlah keturunan bangsawan.
Walau di Bali banyak puri, namun menurut Ngurah Harta, tak satupun tokoh puri yang pernah mengklaim diri sebagai raja di Bali.
Justru AWK yang menurutnya bukan keturunan bangsawan berani mengklaim diri raja.
"Di Bali banyak puri, tidak ada mau mengaku sebagai raja Majapahit. Karena di Bali memang tidak ada keturunan Majapahit. Kalau Majapahit menaruh orangnya pada zaman dulu ketika Bali dikalahkan, iya benar.
Dibantu oleh arya-arya itu. bukan Arya Weda. Yang ada Arya Kenceng, Arya Kepakisan, dan suadara-saudaranya," jelas Ngurah Harta.
Selain itu, Ngurah Harta juga melaporkan para pendukung AWK yang sempat menjelek-jelekan namanya di media sosial.
Berbekal bukti-bukti screenshoot, mereka melaporkan pendukung AWK atas tuduhan pencemaran nama baik.
Ngurah Harta mengaku tujuan dia melaporkan AWK bukanlah untuk menjatuhkan AWK untuk bisa menduduki kursi senayan.
Sebab, jika pun nantinya AWK dipolisikan karena kasus ini, bukan dia yang akan menggantikan AWK.
"Toh juga kalau AWK dipolisikan bukan saya yang naik. ini kami murni ingin meluruskan sejarah. Karena kalau ini dibiarkan akan berdampak buruk bagi tradisi Bali," ujarnya.
Penistaan Agama
Sementara, Ketua Puskor Hindunesia Ida Bagus Susena mengaku sangat keberatan dengan statemen AWK yang melecehkan simbol Hindu yakni sulinggih dan pemangku.
"Kalau Puskor fokus pada pelecehan simbol Hindu. Pada video yang sudah viral di mana-mana itu salah satunya dia menyebut madak pendek umur.
Itu mendoakan orang agar cepat meninggal. Yang dia maksud adalah sulinggih," kata Susena saat diwawancara di Ditreskrimsus Polda Bali, Selasa (21/1).
Saat melaporkan AWK, ia membawa barang bukti berupa video saat AWK memberikan dharma wacana yang didampingi sulinggih dan PHDI Bali saat acara di sebuah yayasan di kawasan Sesetan, Denpasar.
Susena juga memperlihatkan video yang dimaksud dan ternyata menang benar bahwa AWK berstatemen demikian saat acara tersebut tepatnya pada menit 2.16.
Sesena menganggap apa yang dikatakan AWK saat acara tersebut tidak beretika dan tidak pantas. Sebab AWK bukanlah ahli agama.
"Waktu itu dia menyebut orang suci yang dia tidak sukai.
Yang menurut persepsinya dia sulinggih itu melakukan sesuatu yang tidak benar. Padahal terus terang dia tidak ahli agama tidak paham agama," jelasnya.
Selain itu, Susena mengecam perkataan AWK karena ia berstatemen demikian tidak ada konfirmasi sebelumnya.
Sebelumnya pihak Puskor Hindunesia sudah sempat bersurat ke AWK, namun tidak direspons.
"Jadi terlepas sulinggih siapa yang dia katakan begitu itu sudah benar-benar pelecehan. Orang Hindu harus paham.
Kami di Puskor itu justru ingin menyatukan Hindu agar kuat.
Dalam konteks ini terus terang ini membuat keresahan. Kami menganggap ini sudah tidak bisa ditoleril lagi," papar Susena.
Atas perbuatan AWK, menurut Susena bisa dijerat Undang-Undang No 1 Tahun 1965 tentang penodaan agama.
“Karena agama itu memiliki berbagai macam simbol dan juga kata-kata, dan kalimat yang suci yang harus dijaga. Salah satunya dengan dia mengatakan sulinggih cepat mati. Itu sudah tidak wajar," katanya.
Masih Berproses
Menanggapi laporan tersebut, Kasubdit V Cyber Crime Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci, mengatakan kepolisian akan segera menindaklanjutinya.
Saat ini, kedatangan Ngurah Harta dan Susena baru berupa pengaduan masyarakat (dumas).
"Kita sudah terima dalam bentuk pengaduan (dumas). Sementara mereka baru membawa bukti digital berupa rekaman dan kita belum melihat apa isinya," ujarnya di Ditreskrimsus Polda Bali, kemarin.
Menurut Suinaci, pelapor menyampaikan isi bukti berupa postingan-postingan terkait AWK.
"Ya sementara pelapor menyampaikan bahwasanya itu isinya postingan-postingan yang bersangkutan," tambahnya.
Saat ini polisi masih memproses pengaduan masyarakat ini. Polisi akan mengumpulkan barang-barang bukti lain.
"Kita tunggu prosesnya. Ya kita kan harus berproses terhadap semua pengaduan yang kita terima di kantor polisi ini.
Ya harus berproses mulai dari tahap pengumpulan data, keterangan-keterangan, dan pengumpulan alat bukti," terangnya. (mit/win/riz)
Langganan berita pilihan tribun-bali.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/TribunBaliTerkini