LRT Sepanjang 30 Kilometer Bandara Ngurah Rai-Ubud Segera Dibangun, Tahap Awal di Badung
Sesuai draf masterplan Dishub Provinsi Bali, LRT ini memiliki total panjang lintasan 30 kilometer (Bandara-Ubud).
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Proyek pembangunan Light Rapid Transit (LRT) atau lintas rel terpadu dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke terminal satelit Jineng Kuta segera akan direalisasikan.
LRT dirancang di bawah tanah dengan panjang lintasan 5,4 kilometer.
Kepastian realisasi pembangunan LRT setelah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Angkasa Pura (AP) 1 dengan PT Nindya Karya (Persero) menggandeng Korea National Railway Authority (KRNA) sebagai penyandang dana dan penyedia teknologi.
Selanjutnya ketiga perusahaan ini akan membentuk konsorsium untuk membangun shuttle train dari bandara ke properti PT AP 1 yang berlokasi di depan Hotel Jineng, Jl Sunset Road --dekat Patung Dewa Ruci.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gede Wayan Samsi Gunarta mengatakan shuttle ini direncanakan akan melintas di bawah tanah melalui Kuta dengan panjang lintasan sekitar 5,4 kilometer.
• Ini Alasan Bupati Jembrana Tolak Tol Ketapang-Gilimanuk, Hingga Petaka Jika Bali & Jawa Disambungkan
• Proyek Kereta Cepat di Bali Dapat Sokongan Investor Korsel, Tahap Awal Bangun Rel Bandara-Kuta
Di Depan Hotel Jineng, PT AP 1 berencana membangun gedung yang akan digunakan sebagai area city Check in.
Lokasi ini akan terkoneksi langsung dengan kereta ringan atau Autonomous Rail Transit (ART) yang dipersiapkan PT KAI untuk melayani dari kota ke Sanur.
“LRT belum ada proses permohonan persetujuan secara resmi tetapi rencana ini sudah dikonsultasikan kesesuaiannya dengan rencana induk daerah dan nasional kepada kami,” kata Samsi, Jumat (24/1/2020).
Sesuai draf masterplan Dishub Provinsi Bali, LRT ini memiliki total panjang lintasan 30 kilometer (Bandara-Ubud).
Sebagai tahap awal, akan dibangun dari Bandara Ngurah Rai sampai ke terminal satelit Jineng di Kuta.
Selanjutnya LRT direncanakan akan menyusuri sisi barat menuju Legian, Seminyak, Canggu, Puspem Badung, dan berakhir di Mengwi.
Lintasan ini merupakan usulan dari Pemkab Badung.
Selanjutnya Badung menginginkan LRT ini dapat diteruskan hingga ke Ubud, Gianyar.
“Ini sedang kami telaah integrasinya dengan rencana KA penghubung Denpasar-Buleleng,” ujar Samsi.
Proses berikutnya adalah pihak AP1-NK-KRNA akan menghadap Gubernur Bali, Wayan Koster, untuk menyampaikan rencana tersebut.
Di sisi lain pada sisi timur dari Jineng akan mengarah ke Jl Imam Bonjol-Teuku Umar-Renon-Sanur (Denpasar) sedang dilakukan studi lintasan ART oleh PT KAI sekaligus dalam proses penyusunan Feasibility Study (FS).
PT KAI kini sudah mendapatkan persetujuan prinsip dari Gubernur Bali untuk menyusun FS yang akan diajukan kembali untuk usulan trase.
“Kemungkinan PT KAI merencanakan bekerjasama dengan China Railway Rollingstock Corporations (CRRC, sebagai penyedia teknologi). Tapi Mereka belum merampungkan konsorsium karena menunggu FS selesai,” terangnya.
Risiko Biaya
Pembangunan LRT ini nantinya akan ada yang dibangun di atas maupun di bawah tanah.
Bagi daerah-daerah yang pembebasan lahannya cukup sulit, seperti daerah Kuta, maka akan dibangun di bawah tanah, begitu pun sebaliknya.
Hanya saja, kata Samsi, pada bagian pembangunan LRT di bawah tanah maka resiko biaya konstruksinya lebih mahal.
Saat ini biaya investasi untuk pembangunan awal LRT sekitar Rp 5 triliun.
Sementara jika secara keseluruhan pembangunannya berada di bawah tanah maka biaya konstruksinya diperkirakan lebih dari Rp 30 triliun.
“Jadi bisa sampai mungkin sekitar Rp 30an triliun itu kalau semuanya di bawah tanah. Tapi kan tidak semuanya di bawah tanah. Jadi ada sebagian nanti yang di atas tanah,” jelas mantan Kepala Bidang Fasilitasi Pengadaan Tanah Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini. (*)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNBALI
Langganan berita pilihan tribun-bali.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/TribunBaliTerkini