Sekitar 30 Ekor Sapi Di Desa Ulian Kintamani Mati Mendadak
Sekitar 30 Ekor Sapi Di Desa Ulian Kintamani Mati Mendadak, Para Peternak Dihantui Kecemasan
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Sejumlah sapi di wilayah Desa Ulian, Kintamani, Bangli, Bali mengalami kematian mendadak.
Walau telah dilakukan pengambilan sampel, hingga kini belum ada kejelasan apa faktor penyebab kematian ternak warga.
Perbekel Desa Ulian, Kintamani, I Wayan Berana mengungkapkan kematian sapi di wilayah Desa Ulian sudah diketahui sejak sebulan terakhir.
Hingga kini, setidaknya terdapat 30 ekor sapi yang telah mati.
• Sasar Warga Asing, Dua Pelaku Pencurian Asal Karangasem Dibekuk Polsek Kuta di Pemogan
• Spesialis Pencuri di Kos-Kosan Diringkus Polsek Denpasar Barat, 4 HP Jadi Bukti Kejahatan
• Kisah Persahabatan Gus Sholah & Hotman Paris, Beri Nama Gus & Antarkan ke Peristirahatan Terakhir
“Sekarang kematiannya sudah sedikit mereda. Memasuki bulan Februari ini belum ada laporan kematian lagi,” ucapnya Senin (3/2/2020)
Berana mengungkapkan, pihak desa sejatinya sudah melaporkan musibah itu kepada bagian peternakan, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli.
Pihak dinas pun sudah turun ke lapangan untuk melakukan pengambilan sampel.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada jawaban pasti mengenai apa penyebab kematian ternak warga tersebut.
“Hanya praduga manten, kira-kira keracunan manten. Turun ten wenten hasil yang pasti,” ujarnya dengan nada kesal.
Ciri-ciri kematian sapi di Desa Ulian cenderung mendadak.
Pasalnya ketika sapi diberi makan pagi hari, pada sore harinya sapi telah ditemukan mati.
Beberapa kejadian juga diketahi kematian baru terjadi keesokan harinya.
Kematian sapi juga tidak menimbulkan gejala apapun.
“Padahal hanya diberi makan rumput saja. Kematian ini terjadi pada sapi dewasa maupun anakan,” katanya.
Kematian yang cenderung mendadak tak ayal menyebabkan para peternak lain dihantui kecemasan.
Berana mengakui tak sedikit warganya yang memiliki sapi terpaksa menjual dengan harga miring.
Dari yang seharusnya sapi dewasa usia tiga tahunan laku seharga Rp. 11 juta, kini hanya dijual seharga Rp. 8 juta.
“Warga cemas kalau sapinya mati. Karenanya cepat-cepat dijual meskipun harus banting harga. Ini merupakan kejadian pertama kali. Beberapa warga yang sapinya mati ada yang terpaksa mengubur, ada pula yang menjual. Walaupun hanya laku Rp. 500 ribu,” ucapnya.
Berana menambahkan para peternak sekitar berharap agar pihak dinas segera memberikan keterangan pasti, apa penyebab kematian tersebut.
Dengan demikian para peternak bisa mengantisipasi jika kedepannya terjadi hal serupa.
“Saat ini peternak sekitar hanya bisa pasrah. Tidak ada upaya apapun karena para petani juga tidak tahu apa penyebab kematiannya,” katanya.
Dilain pihak, Kepala Dinas PKP I Wayan Sarma mengaku pihaknya sudah beberapa kali turun ke lapangan.
Bahkan pada 10 hari lalu, pihak dinas juga menggandeng BBVet Denpasar.
“Kami sudah melakukan pengambilan sampel, dan hasilnya tidak ada tanda mengarah ke penyakit tertentu,” ujarnya.
Sarma juga mengatakan kematian sapi secara sporadic bukan disebabkan adanya potensi rumput yang beracun.
Menurutnya, kematian itu lebih disebabkan oleh perut kembung, akibat rumput yang masih berembun.
“Karenanya kita sarankan pemberian pakan hijauan terutama rumput agar dilayukan terlebih dahulu,” ucapnya. (*)