Kasus DBD di Bali

Bocah TK di Jembrana Meninggal Bukan karena Serangan DBD, Tapi Syok Septic, Begini Penjelasan Dokter

Seorang bocah TK di Jembrana, Bali, Daniel Saputra (6) tak tertolong oleh penanganan medis.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Dwi Suputra
Ilustrasi: Demam berdarah serang Buleleng 

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Seorang bocah TK di Jembrana, Bali, Daniel Saputra (6) tak tertolong oleh penanganan medis.

Anak pasangan suami-istri, Nasrul dan Maspiroh ini diduga telat penanganan oleh tim medis, karena sudah dalam kondisi parah baru dibawa ke Puskesmas.

Awalnya, tersiar kabar jika Daniel meninggal karena serangan Demam Berdarah Dengue (DBD).

Namun Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jembrana dr IG AP Arisantha menyatakan, dalam diagnosa sementara tim medis RSU Negara dan RSUP Sanglah, Daniel meninggal bukan karena DBD.

Tapi dikarenakan syok septic.

BREAKING NEWS: Anak TK di Desa Pengambengan Jembrana Meninggal Diduga Akibat DBD

Anak TK di Jembrana Ini Meninggal Diduga Karena DBD, Ini yang Dikatakan Perbekel Desa Pengambengan

Syok septic merupakan penurunan tekanan darah secara drastis hingga menyebabkan gangguan sirkulasi darah pada tubuh secara menyeluruh.

Pemicu utama gangguan sirkulasi adalah peradangan akibat infeksi.

“Dari diagnosa sementara bukan karena DBD. Meskipun Pengambengan adalah wilayah dimana warganya tidak sedikit yang terjangkit DBD," papar Arisantha melalui sambungan selulernya, Selasa (3/3).

Arishanta mengaku, sejatinya dalam diagnosa sementara, tim medis menyimpulkan terkena syok septic.

Tetapi memang, bocah tersebut belum mendapat diagnosa penuh.

Karena saat akan dilakukan diagnosa lanjutan, pasien meninggal dunia.

Terkait infeksinya, bisa dari pernapasan, saluran pencernaan, kantung kemih atau otak. Penyebab infeksi bisa karena bakteri, virus, atau parasit.

"Kenapa penyebabnya? Ya, karena infeksi yang meluas akhirnya terjadi demam tinggi. Artinya diagnosa pastinya, bukan karena demam berdarah.

Tetapi sampai saat ini, kami juga belum berani memastikan apa yang terjadi sebenarnya. Karena seharusnya ada diagnosa lanjutan, tapi takdir berkata lain. Tapi kami memastikan bukan karena DBD," jelasnya.

Menurut Arisantha, syok septic memang rentan ketika menjangkiti anak-anak. Sebab, imunitas tubuh yang tidak seperti orang dewasa.

"Kami pun sudah berusaha. Sebetulnya kembali lagi, bahwa ada tahapan lanjutan diagnosa. Tapi memang sang anak meninggal. Sehingga diagnosa itu menyatakan syok septic," bebernya.

Sebelumnya, Perbekel Pengambengan, Kamaruzzaman menuturkan bahwa warganya itu meninggal dikarenakan DBD.

Daniel sudah dalam kondisi parah baru dibawa ke Puskesmas.

"Itu telat penanganan. Karena informasinya memang dirawat di rumah. Sudah parah baru dibawa ke Puskesmas. Warga sekitar yang beri informasi," ucapnya, saat dihubungi melalui selulernya.

Terkait DBD, Kamaruzzaman mengaku, pihak desa sudah gencar melakukan upaya pembersihan. Dan sepertinya, bocah enam tahun itu merupakan pasien DBD baru di Pengambengan.

Sebab, enam warganya yang juga mengalami DBD sudah terdata oleh pihak Dinkes Pemkab Jembrana.

"Kayaknya kasus baru. Karena dirawat di rumah itu tidak ke Puskesmas. Karena sebulan terakhir kami (aparat desa) dengan kepala dusun di lima banjar giat melakukan bersih-bersih," jelasnya.

Kelian Banjar Ketapang Muara Pengambengan, Jamal Asik yang dikonfirmasi membenarkan, ada warganya meninggal.

"Saya juga baru dengar jam 10 tadi pagi. Meninggal di RS Sanglah. Terlambat dibawa ke Puskesmas Pengambengan, dirujuk ke RS Negara kemudian ke RS Sanglah," jelasnya.

40 Terjangkit DBD

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jembrana dr IG AP Arisantha menyatakan bahwa ada 40 warga Jembrana yang positif terjangkit DBD.

Di Januari lalu ada 22 warga dan di Februari ini ada 18 warga. Sejauh ini memang kebanyakan kasus ada di Desa Pengambengan.

"Sampai saat ini ada 40 dan tidak ada yang meninggal karena DBD di Jembrana," jelasnya.

Sebelumnya, untuk kasus DBD di Februari tahun 2020 ini memang meningkat dibanding tahun 2019 lalu. Tahun lalu hanya 13 orang yang terjangkit DBD. Saat ini, meningkat menjadi 15 orang.

Penyebab utama memang karena gigitan nyamuk. Kemudian ditambah lagi kondisi kebersihan lingkungan.

Untuk sebaran daerah, DBD mengganas di Desa Pengambengan (6 orang), Desa Banyubiru (3 orang), Desa Yehembang Kangin (2 orang), Desa Melaya (2 orang), Desa Yehembang Kauh (2 orang) dan Desa Manistutu 1 orang.

Untuk perawatan saat ini, 15 warga dirawat di RSU Negara, RS Bunda, RS Kertayasa, RS Balimed, Puskesmas I Pekutatan, Puskesmas I Mendoyo dan Puskesmas I Melaya. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved